Gelar Dialog Bilateral, Ryamizard Terima Lawatan Menhan AS

Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu bertemu dengan Menteri Pertahanan Amerika Serikat James Mattis di Gedung Kemhan RI, Jakarta.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 23 Jan 2018, 10:57 WIB
Menhan RI Ryamizard Ryacudu (tengah) bersama Menhan AS James Mattis (kanan) di Gedung Kemhan RI, Jakarta (23/8/2018) (Liputan6.com/Rizki Akbar Hasan)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu menerima kunjungan kehormatan Menteri Pertahanan Amerika Serikat James Mattis di Gedung Kemhan RI, Jakarta, 23 Januari 2018.

Kunjungan itu merupakan bagian dari upaya untuk mempererat hubungan bilateral pertahanan kedua negara, mengingat, RI menganggap AS sebagai sahabat dekat dan negara yang penting di kawasan.

Hingga berita ini turun, Ryamizard dan James Mattis masih melaksanakan dialog tertutup dari awak media. Keduanya dijadwalkan untuk menyampaikan joint press statement hasil dialog pada sekitar pukul 10.30 pagi waktu Jakarta.

Sebagai latar belakang, seperti dikutip dari rilis resmi Kemhan RI (23/1/2018), agenda pertemuan dan dialog itu dilakukan untuk membahas beragam hal, seperti visi Indonesia sebagai negara Poros Maritim Dunia, kerjasama maritim, pengadaan alutsista, serta kerja sama bilateral dan multilateral di kawasan yang meliputi; Patroli Terkoordinasi Trilateral, Kerjasama Surveilans Our Eyes, dan Persetujuan Keamanan Informasi Militer (GSOMIA).

Sementara itu, pada kesempatan yang berbeda, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir juga menyebut bahwa pertemuan Ryamizard - James Mattis turut membahas isu keamanan di kawasan Indo - Pasifik.

Secara resmi, RI - AS telah memiliki Persetujuan Kerjasama Pertahanan Joint Statement in Comprehensive Defence Cooperation yang ditandatangani di Washington DC pada 26 Oktober 2015, saat kunjungan Presiden Joko Widodo ke AS.

Hal itu secara formal mendorong dan mempermudah kerjasama bidang pertahanan, khususnya di bidang alutsista.

Selain itu, pada sela-sela KTT G20 di Hamburg tahun 2017 lalu, Presiden Joko Widodo dan Presiden Donald Trump telah sepakat bahwa peningkatan kerjasama pertahanan antara RI - AS perlu diteruskan untuk mendukung kepentingan bersama kedua negara.

Secara khusus, kedua presiden juga telah menyampaikan kembali komitmen untuk salin meningkatkan kerjasama di bidang ekonomi dan pertahanan, terkhusus yang berkaitan dengan kontra-terorisme.


Isu Laut China Selatan

Citra satelit yang menunjukkan pangkalan militer Tiongkok di Laut China Selatan (sumber:CSIS)

Selepas dari Jakarta, Mattis dijadwalkan akan melawat ke Vietnam. Seperti dikutip dari VOA News lawatan itu berlangsung ketika Pentagon tengah memfokuskan kembali prioritas pada apa yang disebut sebagai upaya untuk menghadapi "persaingan kekuatan besar" dengan China dan Rusia.

Fokus itu menjadi bentuk perubahan besar terhadap prioritas kebijakan pertahanan luar negeri Negeri Paman Sam, yang tahun-tahun terakhir hanya banyak berkutat pada isu terorisme global.

Mengomentari perubahan prioritas tersebut, Mattis mengatakan, "Kami akan terus melanjutkan kampanye melawan teroris yang dilakukan saat ini, tapi persaingan kekuatan besar -- bukan terorisme -- kini menjadi fokus utama keamanan nasional Amerika Serikat."

Persaingan kekuatan besar yang dimaksud Mattis adalah "meningkatnya ancaman" yang dilakukan China dan Rusia. Hal tersebut juga tercantum dalam dokumen Strategi Pertahanan Nasional Kemhan AS yang dirilis beberapa pekan lalu.

Laporan dari Kemhan Amerika Serikat itu juga mengatakan bahwa Tiongkok menggunakan "ekonomi predator" untuk mengintimidasi negara-negara tetangganya, sembari membangun instalasi militer di Laut China Selatan.

Isu Laut China Selatan menjadi fokus utama lawatan Mattis ke Asia Tenggara nanti.

Di sisi lain, Indonesia dan Vietnam sedang memodernisasi militer mereka dan menunjukkan kemauan yang lebih besar untuk menolak klaim China terhadap wilayah yang disengketakan itu.

Akan tetapi, lawatan Mattis ini juga bisa memusatkan perhatian pada prioritas-prioritas yang lebih mendesak di kawasan itu, termasuk memberi tekanan yang lebih besar pada Korea Utara dan mengatasi ratusan pejuang ISIS yang kembali dari Iran dan Suriah ke negara-negara asal mereka di Asia Tenggara.

Yang pasti, meskipun prioritas pertahanan jangka panjang mungkin berubah, masalah lama tampaknya tidak akan hilang dari pembahasan tersebut.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya