Revolusi Industri 4.0 Bikin Ketimpangan Ekonomi Makin Tinggi?

Saat ini dunia tengah menghadapi perubahan corak produksi yang berbasis pada kemajuan teknologi.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 23 Jan 2018, 12:19 WIB
Pekerja saat mengelas komponen mobil di pabrik Karawang 1 PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, Jawa Barat, Selasa (26/1). Untuk The All New Fortuner sendiri, kandungan lokal produk mencapai 75%. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - World Economic Forum atau Forum Ekonomi Dunia akan berlangsung di Davos, Swis, pada 23-26 Januari 2018. Seiring dengan gelaran ekonomi terbesar tersebut, masyarakat dari berbagai dunia secara serentak melakukan kampanye yang mendesak komitmen pemerintah negaranya masing-masing untuk menurunkan ketimpangan ekonomi.

Program Manager International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Siti Khoirun Ni'mah mengatakan bahwa ketimpangan ekonomi antar penduduk dunia saat ini tercatat sebagai yang terbesar sepanjang sejarah.

"Data dan fakta menunjukan, dunia kini mengalami ketimpangan tertinggi sepanjang masa. Hanya segelintir orang memiliki kekayaan setara dengan separuh penduduk dunia," ucapnya di Jakarta pada Selasa (23/1/2018).

"Kondisi serupa terjadi di Indonesia. Walaupun ketimpangan atau gini ratio yang diukur dari pendapatan terus menurun, tidak demikian dengan kekayaan. Kepemilikan harta antara golongan berpunya dengan yang berada di bawah itu jomplang," tambah dia.

Siti lalu memaparkan data terkait angka kekayaan atau kepemilikan harta secara nasional, di mana segelintir orang terkaya negara masih menjadi penyumbang terbesar keuangan Indonesia, hampir separuhnya.

"Selama lima tahun terakhir, 50 persen penduduk Indonesia kekayaannya turus turun, dari 3,8 persen dari total kekayaan nasional menjadi 2,8 persen. Sementara itu, 1 persen penduduk terkaya memiliki 45 persen dari total kekayaan nasional," jelasnya.

Terpantau, saat ini dunia tengah menghadapi perubahan corak produksi yang berbasis pada kemajuan teknologi. Perubahan yang dinamakan 'Revolusi Industri 4.0' tersebut akan menghasilkan jenis pekerjaan baru yang menuntut keterampilan dan keahlian tertentu.

"Untuk itu, segenap upaya penurunan ketimpangan haruslah berkelanjutan, salah satunya ketimpangan dalam mendapatkan akses atas pekerjaan yang layak," imbuh Siti.

 


Ketimpangan Ekonomi di RI

Suasana permukiman padat penduduk di pinggir rel kawasan Petamburan, Jakarta, Selasa (19/7). BPS DKI Jakarta menyatakan jumlah penduduk miskin di Jakarta mengalami kenaikan 0,14 poin. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk (gini rasio) pada September 2017 sebesar 0,391. ‎Angka ini turun 0,002 poin jika dibandingkan dengan gini rasio Maret 2017 yang sebesar 0,393.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, jika dibandingkan September 2016 yang sebesar 0,394, gini rasio tersebut turun 0,003 poin.

"Gini Rasio ini berkisar antara 0-1. Kalau dia 0 berarti dia sempurna, kalau dia menuju 1 itu timpang. Pada September 2017 ini gini rasionya 0,391. Turun tipis dibanding gini rasio Maret 2017 yang sebesar 0,393. Ini menunjukkan adanya penurunan ketimpangan, karena upaya menurunkan ketimpangan itu luar biasa sulit," ujar dia di Kantor BPS, Jakarta, Selasa (2/1/2018).

Dia menjelaskan, gini rasio di daerah perkotaan pada September 2017 tercatat sebesar 0,404, atau turun dibandingkan gini rasio Maret 2017 yang sebesar 0,407 dan gini rasio September 2016 yang sebesar 0,409.

Sementara, gini rasio di daerah pedesaan pada September 2017 tercatat sebesar 0,32, sama jika dibandingkan dengan gini rasio Maret 2017. Namun, angka itu mengalami kenaikan jika dibandingkan Gini Ratio September 2016 yang sebesar 0,316.

"Ketimpangan di perkotaan jauh lebih tinggi dibanding pedesaan. Di perkotaan pada September 2017 0,404 di pedesaan itu 0,320. Kemudian menurut pengeluaran rendah, kalau di atas 17 persen maka ketimpangannya rendah. Kalau di antara 12 persen-17 persen itu ketimpangannya sedang, kalau di bawah 12 persen itu ketimpanagn tinggi. September nilainya 17,22 persen, jadi bisa disimpulkan ketimpangannya rendah," jelas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Ketimpangan Berdasarkan Provinsi

Deretan rumah semi permanen di bantaran Sungai Ciliwung, Manggarai, Jakarta (31/10). Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan saat ini terdapat 13,5 juta penduduk Indonesia yang hidup miskin di lingkungan kumuh. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Adapun menurut provinsi, pada September 2017 provinsi yang mempunyai nilai gini rasio tertinggi tercatat di DIY Yogyakarta sebesar 0,440. Sementara yang terendah tercatat di Bangka Belitung dengan gini rasio sebesar 0,276.

Jika dibandingkan gini rasio nasional atau tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk yang sebesar 0,391, terdapat sembilan provinsi dengan angka gini rasio lebih tinggi. Selain DIY Yogyakarta, masih ada Sulawesi Selatan 0,429, Jawa Timur 0,415, DKI Jakarta 0,409, Gorontalo 0,405, Sulawesi Tenggara 0,404, Papua 0,398, Sulawesi Utara 0,394 dan Jawa Barat 0,393.

"Jadi kalau menurut provinsi, ketimpangan tertinggi ada di Yogyakarta yaitu 0,440 dan terendah di Bangka Belitung yaitu 0,276," ujar dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya