Biksu Dunia Berkumpul di Candi Terluas se-Asia Tenggara

Tak hanya berkumpul, para biksu yang berasal dari Nepal, Perancis, Kanada, Hong Kong, dan Malaysia ini juga menggelar ritual doa bersama.

oleh Bangun Santoso diperbarui 24 Jan 2018, 10:31 WIB
Belasan biksu dari sejumlah negara berkumpul di Candi Muarojambi. Candi Muarojambi merupakan komplek percandian terluas di Asia Tenggara. (Liputan6.com/B Santoso)

Liputan6.com, Jambi - Candi Muaro Jambi di Kabupaten Muaro Jambi, baru saja dikunjungi puluhan biksu dari sejumlah negara di dunia. Candi yang terletak di tepian sungai terpanjang di Sumatera, Sungai Batanghari, ini merupakan candi terluas di Asia Tenggara.

Selasa, 23 Januari 2018, sejumlah biksu yang terdiri dari 18 orang biksu (rinphoce/lama) dan 55 umat Buddha dari Prancis, Kanada, Khatmandu (Nepal), Hong Kong, dan Malaysia menggelar puja doa sekaligus ziarah di kawasan Candi Muaro Jambi.

Lantunan doa dipanjatkan di pelataran Candi Gumpung yang berada di tengah komplek percandian Muaro Jambi. Belasan biksu dan umat Buddha ini merupakan rombongan yang tergabung dalam Thrangu Dharma Society Petaling Jaya Selangor, Malaysia bersama Very Venerable Ninth Khechen Thrangu Rinpoche.

Very Venerable Ninth Khechen Thrangu Rinpoche menyatakan, Candi Muaro Jambi memiliki sejarah yang sangat penting bagi perkembangan umat Buddha di dunia.

"Saya telah mengunjungi Candi Borobudur, dan saya sangat merasa terberkati ketika hadir di tempat ini, tempat ini adalah tempat yang tepat bagi umat Buddha untuk berdoa, karena di tempat ini guru besar umat Buddha juga melakukan doa dan pengajaran agama Budha, dan ini berlangsung lama," ujar Rinpoche.

Rinpoche juga mengapresiasi langkah Pemkab Muaro Jambi dan Pemprov Jambi yang tengah berupaya menjadikan Candi Muaro Jambi diakui UNESCO sebagai warisan dunia sekaligus cagar budaya dunia.

 

 


Gelar Waisak Terbesar

Candi Muaro Jambi merupakan komplek percandian yang luasnya 8 kali Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah. (Liputan6.com/B Santoso)

Budi, selaku panitia pelaksana kegiatan, mengatakan, kedatangan rombongan belasan biksu dunia serta umat Buddha ini merupakan yang kedua kalinya.

"Mereka sangat ini mengetahui keberadaan Candi Muaro Jambi ini," ucap Budi.

Budi menilai kunjungan para biksu dunia tersebut bisa memberikan dampak yang baik terhadap Provinsi Jambi, khususnya di bidang wisata sejarah dan cagar budaya.

Untuk lebih memperkenalkan Candi Muaro Jambi di mata dunia, Budi menyatakan pada tahun 2018 ini, perayaan Waisak di candi yang dibangun pada abad ke-7 bakal digelar lebih besar dan meriah.

Perayaan hari besar umat Buddha itu akan melibatkan seluruh umat Buddha di Sumatera serta mengundang tokoh-tokoh Buddha nasional dan mancanegara.


Warisan Peradaban Dunia

Menurut sejumlah sejarawan di Jambi, Candi Muarojambi diperkirakan berasal dari abad ke-11 Masehi dan pertama kali ditemukan oleh seorang serdadu Inggris. (Liputan6.com/B Santoso)

Salah seorang budayawan Jambi Junaidi T Noor mengatakan, Candi Muarojambi adalah sebuah kompleks percandian Hindu-Buddha. Adapun sejarah candi ini masih diselimuti perdebatan. Di mana kemungkinan besar Candi Muarojambi merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu.

"Sudah sejak 2009 kompleks Candi Muarojambi diajukan ke UNESCO sebagai situs warisan dunia," ujar Junaidi September 2016 lalu.

Dari beberapa catatan sejarah Jambi, Candi Muarojambi diperkirakan berasal dari abad ke-11 Masehi. Kompleks percandian ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1824 oleh seorang letnan Inggris bernama SC Crooke yang melakukan pemetaan daerah aliran sungai untuk kepentingan militer. Baru pada 1975, pemerintah Indonesia mulai melakukan pemugaran yang serius yang dipimpin R Soekmono.

Dari catatan itu, pakar epigrafi, Boechari menyimpulkan peninggalan di Candi Muarojambi berkisar dari abad ke-9-12 Masehi. Di situs ini sudah sembilan bangunan telah dipugar, semuanya bercorak Buddhisme.

Kesembilan candi tersebut adalah Candi Kotomahligai, Kedaton, Gedong Satu, Gedong Dua, Gumpung, Tinggi, Telago Rajo, Kembar Batu, dan Candi Astano.

Beberapa arkeolog juga menyimpulkan, komplek Candi Muarojambi dahulu banyak dihuni dan menjadi tempat bertemu berbagai budaya. Ada manik-manik yang berasal dari Persia, China, dan India.

Agama Buddha Mahayana Tantrayana diduga menjadi agama mayoritas dengan ditemukannya lempeng-lempeng bertuliskan "wajra" pada beberapa candi yang membentuk mandala.

 

Simak video pilihan berikut ini:

 


Terancam Rusak

Maraknya aktivitas sejumlah perusahaan tambang di sekitar komplek Candi Muarojambi menjadi salah satu penyebab UNESCO belum mengakui situs ini sebagai warisan dunia. (Foto: Istimewa/B Santoso)

Meski terbilang asri, kompleks Candi Muarojambi bukan tanpa ancaman. Aktivitas sejumlah perusahaan tambang yang menggunakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari yang dekat dengan kompleks percandian dinilai bisa merusak situs candi.

Direktur Swarnadvipa Institute M Husnul Abid, yang juga salah satu pemerhati Candi Muarojambi mengatakan, maraknya kegiatan perusahaan tambang itu bisa juga menggagalkan upaya usulan Candi Muarojambi sebagai warisan dunia ke UNESCO.

"Sebab, UNESCO sangat tidak menoleransi aktivitas yang bisa merusak kawasan situs," kata pria yang biasa disapa Abid ini.

Untuk itu, Abid meminta agar pemerintah daerah juga tegas tidak memberikan izin pembukaan aktivitas perusahaan di sekitar komplek Candi Muarojambi.

Sebelum ini, Svarnadvipa Institute bersama sejumlah lembaga lain seperti Dewan Kesenian Jambi (DKJ), Sekolah Alam Muarajambi (Saramuja), Komunitas Seni Inner Jambi, Jambi Corps Grinder, Dwarapalamuja, Jambi Guitar Community dan kelompok masyarakat peduli Candi Muarojambi lainnya, pernah membuat petisi untuk pelestarian situs percandian Muarojambi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya