Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah emiten menerbitkan obligasi global pada awal 2018. Dana hasil penerbitan obligasi global tersebut digunakan sebagian untuk melunasi utang.
Mengutip keterbukaan informasi ke Bursa Efek Indonesia (BEI), seperti ditulis Rabu (24/1/2018), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) akan terbitkan obligasi senilai Rp 5,4 triliun atau sekitar US$ 405,46 juta. (Asumsi kurs Rp 13.318 per dolar Amerika Serikat). Obligasi berdenominasi rupiah ditawarkan secara global.
Selain itu, perseroan juga menandatangani suatu purchase agreement dengan BNP Paribas, the Hongkong and Shanghai Banking Corporation Limited, Mandiri Securities Pte Ltd dan MUFG Securities Ltd selalu pembeli awal.
Hasil perolehan dari penerbitan surat utang digunakan untuk pembiayaan ulang atas utang-utang tertentu dari Perseroan, membiayai belanja modal serta modal kerja.
Baca Juga
Advertisement
Tak hanya PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) melalui anak usahanya TBLA International Pte Ltd akan menerbitkan obligasi atau surat utang US$ 200 juta atau sekitar Rp 2,66 triliun (asumsi kurs Rp 13.323 per dolar Amerika Serikat).
Obligasi global tersebut ditawarkan dengan bunga tujuh persen. Jatuh tempo obligasi tersebut pada 2023.
Perseroan telah menandatangani purchase agreement dengan CLSA Limited dan Mandiri Securities Pte Ltd pada 17 Januari 2018. Penyelesaian atas rencana itu masih bergantung pada pemenuhan beberapa kondisi sebagaimana disyaratkan dalam purchase agreement.
Hasil penerbitan obligasi akan dikontribusikan oleh TBLA International dalam bentuk setoran modal dan pinjaman antara perusahaan.
"Dana hasil penerbitan obligasi untuk refinancing utang. Akan dicatatkan di Singapura," ujar Sekretaris Perusahaan PT Tunas Baru Lampung Tbk Hardy.
Dana hasil penerbitan obligasi global antara lain digunakan untuk mengurangi utang dengan pembayaran kepada PT Maybank Indonesia Tbk sebesar Rp 500 miliar, ke PT Bank Mandiri Tbk sebesar Rp 500 miliar, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar Rp 262 miliar, dan pinjaman jangka pendek sebesar Rp 1,27 triliun. Selain itu juga akan mendanani interest reserve account.
Adapun rencana penerbitan obligasi memiliki nilai lebih dari 50 persen dari nilai ekuitas Perseroan berdasarkan laporan keuangan Perseroan per 31 Desember 2016 sehingga transaksi itu merupakan transaksi material yang diatur dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.E.2 tentang transaksi material dan perubahan kegiatan usaha.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
PLN Bakal Tawarkan Obligasi Global Rp 20 Triliun
Sebelumnya, PT PLN (Persero) berencana menerbitkan obligasi global berdenominasi rupiah pada kuartal II-2018. Rencananya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut akan menjual surat utang ini dengan target sekitar Rp 20 triliun.
Upaya PLN tersebut menyusul pencatatan Komodo Bond oleh PT Jasa Marga Tbk akhir tahun lalu dengan nilai Rp 4 triliun atau US$ 295,7 juta. Kupon yang ditawarkan 7,5 persen.
"Ya namanya apa kek biar tidak Komodo lagi. Cacing Bond, Nasi Goreng Bond, atau Setrum Bond. Niatnya ada (menerbitkan)," ujar Direktur Utama PLN, Sofyan Basir saat ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin 8 Januari 2018.
PLN, sambungnya, akan menawarkan surat utang jangka panjang itu sekitar US$ 1 miliar sampai US$ 2 miliar. Dalam rupiah, Sofyan menghitungnya sekitar Rp 10 triliun hingga Rp 20 triliun.
"Iya US$ 1 miliar-US$ 2 miliar atau sekitar Rp 10-20 triliun," ujar mantan Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) ini.
Targetnya, kata Sofyan, penerbitan surat utang ini akan dilakukan pada kuartal II-2018. Dia pun berharap bahwa bunga atau kupon surat utang yang dirilis PLN akan lebih rendah dibanding Komodo Bond.
"Mudah-mudahan sebelum Juni ini. Jadi di kuartal II. Bunganya bagusnya sih di bawah Komodo (Bond) ya, harapannya begitu," terangnya.
Lebih jauh Sofyan menjelaskan, penerbitan obligasi korporasi tersebut untuk memenuhi kebutuhan investasi dan sedikit biaya operasional di 2018 yang mencapai sekitar US$ 5 miliar.
"Kita mau coba karena kita kan butuh rupiah. Siapa tahu rupiahnya bisa diambil dari luar (negeri). Kalau komitmen pendanaan dalam dolar AS kan sudah ada. Apalagi takut keterbatasan di dalam negeri, perbankan nasional pasti ada," tutur Sofyan.
Dia meyakini bahwa penerbitan surat utang sekitar Rp 20 triliun ini tidak terlampau besar bagi perusahaan yang membukukan aset senilai Rp 1.300 triliun itu. Pihaknya akan berdiskusi mengenai hal ini kepada Menteri BUMN dan Kementerian Keuangan.
"Aset PLN kan Rp 1.300 triliun. Proyek kita saja Rp 2.000 triliun dalam 5 tahun. Jauh memang kebutuhannya, karena kalau Rp 2-5 triliun kan cukup dari bank lokal," pungkas Sofyan.
Advertisement