Liputan6.com, Jakarta Anggota Pansus RUU Pertembakauan DPR Mukhamad Misbakhun menilai industri nasional hasil tembakau (IHT) merupakan salah satu sektor strategis nasional sehinngga patut mendapat perhatian. Sumbangsih IHT bagi penerimaan APBN mencapai sekitar Rp 200 triliun.
Sebab itu, dia meminta pemerintah berpihak pada IHT yang juga merupakan bentuk dukungan ke petani. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) pun turut menempatkan IHT sebagai industri strategis.
“Bahkan Amerika yang menginisiasi Framework Convention on Tobacco Control. memasukkan industri tembakaunya sebagai industri strategis, bahkan dilindungi. Namun, pemerintah kita tidak memasukkan IHT sebagai industri strategis,” jelas dia di Jakarta, Rabu (24/1/2018).
Baca Juga
Advertisement
Legislator Golkar itu menilai selama ini sektor hulu dan hilir pertembakauan nasional belum adil. Di sektor hilir, pemerintah sudah memiliki aturan tentang cukai sebagai salah satu penerimaan negara.
Sedangkan di sektor hulu, lahan perkebunan tembakau justru berkurang setiap tahun. Selain itu, nasib petani tembakau juga terancam.
Misbakhun mendorong pemerintah menegaskan perannya dalam RUU Pertembakauan. “Jangan sampai negara mendapatkan manfaat dari cukai namun struktur hilir minim perlindungan,” tegas dia.
Anggota DPR dari Jawa Timur II yang meliputi Kabupaten/Kota Pasuruan dan Probolinggo itu menepis berbagai kabar yang selalu mengaitkan RUU Pertembakauan dengan kesehatan.
Menurutnya, RUU Pertembakauan ini tidak mengatur soal kesehatan. Sebaliknya, porsi pengaturan tentang pertanian, perkebunan, dan perlindungan petani tembakau mendapatkan porsi besar.
”Ini murni bicara keberpihakan kepada petani tembakau. Kami ingin keberpihakan kita kelihatan di masyarakat. Sebab, ini masalah yang sangat serius di masyarakat,” dia menegaskan.
Misbakhun mencontohkan kondisi di daerah asalnya, Pasuruan. Saat ini, IHT di wilayah ini mampu menyerap ribuan tenaga kerja. Bahkan, Pasuruan sebagai daerah penerima dana bagi hasil cukai tembakau terbesar di Indonesia. Sementara Probolinggo menjadi sentra tembakau terbesar di Jawa Timur.
“Jadi saya berharap pemerintah tidak hanya mengambil cukainya saja, tetapi juga memberi perlindungan terhadap petani tembakau,” tegas dia.
Pengusaha Minta RUU Tembakau Perhatikan Kelangsungan Industri
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakuan memperhatikan kelangsungan industri hasil tembakau (IHT) di dalam negeri. Sebab, selama ini industri telah berkontribusi besar terhadap penerimaan negara melalui cukai.
Anggota Komisi Tetap Multilateral dan FTA Kadin Indonesia Wilson Andrew mengatakan, cukai yang dihasilkan produk industri tembakau seperti rokok mampu berkontribusi hingga Rp 130 triliun.
"Kadin mendukung kegiatan ekonomi di dalam negeri. Kita melihat banyak investasi dari dalam dan luar negeri. Pajak cukai rokok ini mencapai Rp 130 triliun," ujar dia dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Panitia Khusus (Pansus) DPR di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (24/1/2018).
Selain itu, lanjut dia, IHT juga mampu menyerap banyak tenaga kerja di dalam negeri. Berdasarkan riset Ernst & Young di 2015, IHT menyerap 5,98 juta tenaga kerja yang terdiri dari 4,28 juta orang di sektor hilir dan 1,7 juta orang di sektor hulu.
"Tenaga kerja ini dari sisi pertanian, industri, dan ritelnya. Bahkan IHT menjadi penyerap tenaga kerja terbesar nomor 5 di Indonesia," dia menuturkan.
Sementara dari sisi perdagangan internasional, produk hasil tembakau juga mampu berkontribusi terhadap surplus neraca perdagangan Indonesia. Surplus dari produk ini diperkirakan mencapai US$ 468,3 juta.
"Kinerja ekspor impor juga konsisten memberikan suplus perdagangan. Ekspor IHT sebesar US$ 1 miliar, impor kurang dari US$ 600 juta. Jadi surplusnya sekitar US$ 468,3 juta. Ini di tengah ekspor komoditas yang saat ini banyak yang melemah, jadi ini sangat baik industrinya," tandas dia.
Advertisement