Yang Panen yang Menolak Impor

Menteri Pertanian tak mau menjawab permintaan Bupati Grobogan untuk membatalkan impor beras.

oleh Edhie Prayitno IgeFelek Wahyu diperbarui 25 Jan 2018, 11:00 WIB
Petani Grobogan sudah mulai memasuki masa panen. Ironisnya, kementrian perdagangan malah mengupayakan impor beras. (foto: Liputan6.com/felek wahyu)

Liputan6.com, Grobogan - Kondisi pertanian Kabupaten Grobogan yang sangat bagus, sehingga memantapkan hati Bupati Grobogan Sri Sumarni menolak impor beras. Penolakan disampaikan langsung di depan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman ketika mendampingi panen raya petani di Desa Menduran, Kecamatan Brati, Grobogan, Selasa, 23 Januari 2018.

Menurut Sri Sumarni, produksi padi di Grobogan sangat bagus. Bahkan, sejak 2017 selalu surplus. Kondisi itu diperkuat dengan masa tanam yang pendek, yakni hanya 35 hari untuk bisa panen.

"Produksi di Grobogan sudah melimpah-ruah," kata Bupati Sri Sumarni.

Menurut Sri Sumarni, dengan pendeknya masa tanam sebagai hasil intensifikasi irigasi, dipastikan Maret 2018 beras sudah melebihi kebutuhan. Bahkan, untuk musim panen akhir 2017 saja, produksi beras sudah sangat tinggi.

Selain ketersediaan, penolakan yang utama adalah masalah nasionalisme dan keberpihakan kepada petani. Dengan adanya beras impor yang membanjiri pasar, dikhawatirkan harga beras akan anjlok. Pada tahun 2017, hal ini pernah terjadi.

"Jika impor ada, kasihan petani. Harga anjlok," kata Sri Sumarni.

Luas lahan panen raya di wilayah Kecamatan Brati sebesar 627 hektare. Total luasan panen mencapai 12.064 hektare dan mampu menghasilkan 51.789 ton beras. Konsumsi masyarakat setiap bulan kurang lebih 15.646 ton. Dengan perhitungan itu, pada Januari 2018 saja sudah ada surplus beras 36.143 ton.

Pada triwulan I tahun 2018, di Kabupaten Grobogan diperkirakan luas lahan panen 65.059 hektare. Luasan itu menghasilkan 241.043 ton beras. Perhitungan konsumsi beras pada rentang waktu itu sebanyak 46.938 ton, sehingga pada triwulan I tahun 2018 ini, akan terjadi surplus beras sebanyak 194.105 ton.

Sesuai perhitungan Biro Pusat Statistik, produksi padi di Kabupaten Grobogan tahun 2017 mencapai 862.351 ton Gabah Kering Giling (GKG) atau  setara dengan 491.540 ton beras. Dari tahun 2017 saja, Kabupaten Grobogan mengalami surplus beras sebesar 303.793 ton beras.

Atas dasar itu, Bupati menegaskan, tak ada alasan untuk impor beras.


Tanggapan Menteri Pertanian

Untuk memanen, petani Grobogan sudah memodernisasi peralatan sehingga lebih cepat dan efektif. (foto: Liputan6.co/felek wahyu)

Menanggapi penolakan Bupati, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman tak memberi respons. Ia berdalih sesuai fungsi departemennya, Kementerian Pertanian memantau produksi padi untuk memastikan ketersediaan stok beras. Pantauan dilakukan bersama Perum Bulog di wilayah Jawa Timur maupun di Jawa Tengah.

"Kita cerita stok saja. Kita cerita bagaimana memenuhi gudang, kita cerita bagaimana meningkatkan produksi. Kita cerita ada yang mengatakan tidak ada panen di bulan Januari hari ini, kita sudah buktikan," kata Mentan.

Menurut Amran, dari pemantauan melalui udara akhirnya diketahui banyak hamparan tanaman padi yang sebagian sudah dipanen pada bulan Januari. Dengan panen raya ini, Mentan akan mengajak Perum Bulog mengawal harga beras. Bahkan, Bulog juga diwajibkan menyerap beras hingga 2,2 juta ton.

Mentan saat memberi semangat penyuluh untuk tingkatkan kinerja sehingga produktifitas pertanian meningkat. (Foto: Liputan6.com/Felek Wahyu)

"Untuk jaminan harga, kami turun gunung agar harga tidak turun bebas kita keliling bersama Bulog. Kita ajak direksinya," kata Mentan.

Grobogan adalah salah satu penyangga stok pangan di Jawa Tengah. Dengan ketersediaan lahan hingga 300 ribu hektare, Jateng mampu menyumbang beras untuk daerah lain.

"Ketersediaan beras nasional di seluruh Indonesia 1 bulan 2 juta hektare atau setara dengan 5-6 juta ton. Kebutuhan beras per bulan 2,5 juta ton, ada surplus 2,2 juta. Kita sepakat sampai Juni minimal 2,2 juta ton," Mentan menandaskan.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya