Liputan6.com, Jakarta Google Doodle hari ini menampilkan sosok novelis feminis legendaris asal Inggris, Virginia Woolf, yang tepat berulang tahun ke 136. Ilustrasi cantik wajah sendu Virginia laman mesin pencari Google hasil karya ilustrator London, Louise Pomeroy.
Karya-karya tulisan Virgnia Woolf tak langsung diterima usai dipublikasikan. Baru ketika 50 tahun novel dan tulisannya diterbitkan baru diakui.
Advertisement
Virgnia Woolf lahir di keluarga berada yang memiliki cara pikir bebas. Ayahnya yang seorang sejarawan dan penulis, membuat Virginia sudah akrab dengan buku sedari kecil. Dia mulai menulis saat masih muda, novel pertamnaya terbit pada 1915 berjudul The Voyage Out seperti mengutip laman Biography, Kamis (25/1/2018).
Semakin usianya bertambah, Virginia tertarik menulis mengenai kehidupan batin wanita. Dia menuliskan emosi yang dirasakannya saat itu ke dalam tulisannya. Woolf juga termasuk salah satu pionir narasi jenis stream of consciousness (aliran pemikiran) yang menggambarkan perasaan dan isi pikiran dari karakter yang dibuat.
Saksikan juga video menarik berikut:
Panutan feminis
Dalam banyak tulisan feminisnya, Virginia pernah membahas tentang perbedaan gaji wanita dan pria. Dia mengungkapkan betapa ruginya wanita mendapat gaji yang lebih rendah daripada pria.
Virginia juga mengungkapkan pentingnya seorang wanita mandiri secara finansial dalam A Room of One’s Own. Disebutkan disitu ketika wanita tidak mandiri finansial, wanita tidak bisa seutuhnya bisa memiliki kebebasan melakukan hal kreatif dan intelektual seperti mengutip Huffington Post, Kamis (25/1/2018).
Pernah juga dia menuliskan sebuah esai panjang dalam Three Guneas tentang peran wanita dalam dunia politik. Virginia merasa ide-ide politik wanita kerap tidak diharagai.
Tulisan-tulisannya yang menggugah membuat banyak kalangan feminis menjadikannya panutan. Terutama kritik feminis tumbuh pada 1970-an.
Tulisan-tulisan feminis Virginia kini menjadi bahan diskusi para akademisi dan feminis. Buah pikirannya juga punya tempat tersendiri dalam bahasan mahasiswa program studi gender dan wanita seperti tulis kolumnis Danny Heitman.
Advertisement