Liputan6.com, London - Penciptaan robot seks anak (child sex bot) disebut dapat menurunkan praktik pedofilia. Anggapan tersebut setidaknya diamini oleh Marc Behrendt dari Universitas ULB di Belgia, yang menyebut hal itu sangat mungkin terjadi.
Dilansir dari laman NBCNews.com pada Kamis (25/1/2018), Marc yang juga merupakan seorang praktisi di industri mainan seks, mengatakan bahwa child sex bot – sama seperti robot seks lainnya –berperan sebagai mesin otomatis yang sangat mungkin akan dilengkapi dengan intelejensia buatan (AI) di masa mendatang.
Baca Juga
Advertisement
"Saat ini, child sex bot berbentuk tidak jauh berbeda dengan boneka seks, namun beberapa fungsi tambahan membuatnya terlihat sedikit lebih nyata, seperti fitur getar dan desahan suara," jelas Behrendt saat menjadi pembicara di Konferensi Robot Seks di London, Inggris, belum lama ini.
Behrendt mengakui bahwa kehadiran child sex bot berlawanan dengan norma kesusilaan, dan terlihat tidak etis untuk dikenalkan di muka publik.
Namun, ia berdalih bahwa child sex bot adalah solusi terbaik untuk menekan angka pelecehan seksual pada anak yang dilakukan oleh pedofilia. Menurutnya, pedofilia bukanlah penyimpangan, melainkan kelainan fungsi yang muncul secara alami seperti halnya fenomena homoseksual.
"Haruskah kita menekan pelaku pedofilia untuk tidak mengulangi perbuatannya? Apakah hal itu sudah cukup menjadi jaminan anak-anak aman dari incaran pelaku pedofilia? Bagaimana jika hal tersebut dialihkan ke child sex bot, dengan fitur yang menyerupai manusia asli?" ucap Behrendt seraya merujuk fenomena aseksual di beberapa negara maju, utamanya di kawasan Asia Timur.
Behrendt menyebut Jepang sebagai contoh. Di sana, persentase angka pelecehan seksual terhadap anak kecil berkurang hampir setengahnya dalam lima tahun terakhir. Salah satu alasan terbesarnya adalah kehadiran child sex bot.
Mengutip laporan terkait yang pernah ditulis oleh laman Time, banyak psikolog di Negeri Matahari Terbit menganjurkan pasiennya yang mengaku pedofil, untuk mengalihkan hasrat seksual ke robot seks.
Kontroversi Seputar Robot Seks Anak
Dalam pemantauan berjangka, menurut Behrendt, didapati fakta hampir 75 persen 'pelaku' merasakan ketenangan dalam melampiaskan hasrat seksualnya, dibandingkan ketika melakukan di hadapan anak kecil sebagai obyeknya.
Meskipun begitu, tetap saja banyak pihak menentang hal tersebut. Di beberapa negara, memiliki atau menggunakan perangkat seksual ini merupakan pelanggaran hukum, karena dianggap bagian dari pornografi anak
Salah satu negara yang menentang keras kehadiran robot seks tersebut adalah Amerika Serikat (AS). Pada bulan Desember 2017, State Representative setempat, Dan Donovan, telah menerbitkan aturan larangan impor dan distribusi robot seks anak.
Sependapat dengan larangan tersebut, Dr. Kathleen Richardson, seorang profesor pada isu etika dan budaya robot di Universitas Leicester, Inggris, mengaku tidak yakin bahwa mengganti obyek dengan robot seks berpotensi mengurangi ketertarikan pelaku pada anak-anak.
"Saya telah berbicara kepada orang dewasa yang menjadi korban saat kecil, dan mereka menolak tegas kehadiran child sex robot," jelas Richardson.
“Mengobati pedofilia dengan robot seks anak-anak adalah ide yang meragukan dan menjijikkan. Bayangkan memperlakukan rasisme dengan membiarkan seorang fanatik menyalahgunakan robot cokelat. Apakah itu bekerja? Mungkin tidak," lanjutnya.
Advertisement