Menkumham: Jangan Hanya Orang Top Saja Direhabilitasi Narkoba

Menkumhamm Yasonna menyatakan harus ada perubahan paradigma dalam menangani para pengguna narkoba.

oleh Yunizafira Putri Arifin Widjaja diperbarui 26 Jan 2018, 14:10 WIB
Menkumham Yasonna Laoly memberikan paparan dalam rapat kerja bersama Komisi III, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (7/9). Dalam rapat itu, Yasonna dicecar anggota Komisi III terkait kewarganegaraan Arcandra Tahar. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan Ham (Menkumham) Yasonna Laoly menegaskan kepada semua pihak terkait yang menangani kasus narkoba untuk bertindak tegas dan adil kepada semua pengguna narkoba.

Menurutnya, perlakuan opsi rehabilitasi juga harus diberikan kepada orang-orang yang kurang mampu. Bukan hanya pada kalangan atas saja.

"Saya selalu mengatakan, janganlah orang-orang top saja yang direhablitasi, seperti Raffi Ahmad, anaknya Rhoma Irama," ujar Yasonna ditemui di Kantor Kemenkumham, Jakarta Selatan, Jumat (26/1/2018).

Politisi PDIP ini menambahkan, harus ada perubahan paradigma dalam menangani para pengguna narkoba. Metode rehabilitasi pada pengguna narkoba sangat diperlukan, dibanding mengurung mereka di balik jeruji tahanan.

"Jadi kalau orang narkoba tidak direhabilitasi ketergantungannya, pasti sangat tinggi. Maka pendekatan kita harus rehabilitasi," ucap Yasonna.

Selain tentang penanganan pengguna narkoba, inspektur upacara dalam peringatan HUT Ke-68 Imigrasi pagi ini pun menyampaikan secara tegas, bahwa tidak ada toleransi kepada seluruh jajarannya yang terlibat dengan peredaran barang haram tersebut.


Tidak Ada Toleransi

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly saat memberikan arahan pada Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP) di Gedung Kemenkumham, Jakarta, Jumat (21/7). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Yasonna memberikan contoh bagaimana Kepala Lapas (Kalapas) Purworejo Cahyono Adhi Satriyanto atau CAS yang memuluskan peredaran narkoba di dalam rutan mendapatkan sanksi tegas.

"Kita tidak ada toleransi. Turun pangkat, pemotongan gaji, sudah ditangani BNN, dan secara admininstratif Dirjen Irjen menyampaikan usulan pemberhentian," kata Yasonna.

Lebih jauh Yasonna menjelaskan bahwa pada tahun 2015-2016 sudah sekitar 200 kepala lapas dipecat dari jabatannya. Tahun 2015 sendiri merupakan tahun pemecatan terbesar, terhitung ada sekitar 106 orang Kalapas kehilangan jabatannya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya