Australia Hentikan Penyelidikan Anti Dumping Produk Baja RI

Kemendag minta otoritas Australia hentikan penyelidikan anti dumping terutama untuk eksportir Indonesia.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 27 Jan 2018, 19:00 WIB
Tumpukan baja dikumpulkan untuk di kirim melalui Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, Kamis (15/12). Di Indonesia peluang pengembangan industri dan konstruksi baja nasional masih terbuka lebar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Anti Dumping Australia (Australian Anti-Dumping Comission) menghentikan penyelidikan anti dumping atas dua eksportir steel reinforcing bar (rebar) Indonesia, yaitu PT Ispat Panca Putera dan PT Putra Baja Deli.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan mengungkapkan, ‎keputusan diambil berdasarkan hasil temuan Otoritas, yang menunjukkan margin dumping kedua perusahaan tersebut jauh di bawah ambang batas margin dumping yang dapat dikenakan tindakan anti dumping.

"Keputusan ini tertera pada Anti-Dumping Notice No. 2018/18 yang diterbitkan pada 22 Januari 2018," kata Oke, di Jakarta, Sabtu (27/1/2018).

Margin dumping PT Ispat Panca Putera dan PT Putra Baja Deli masing-masing sebesar -2,2 persen dan 0,4 persen. Sedangkan margin dumping yang dapat dikenakan tindakan anti dumping yaitu sebesar 2 persen. Untuk itu, penyelidikan anti dumping terhadap kedua eksportir tersebut dihentikan.

"Namun, penyelidikan terhadap eksportir Indonesia lainnya dan eksportir dari negara tertuduh lainnya, yaitu Spanyol, Taiwan, dan Thailand tetap berlanjut," tembah dia.

Penyelidikan anti dumping terhadap produk rebar dimulai pada 27 Juni 2017. Dalam upaya melakukan pembelaan, Pemerintah Indonesia melalui Direktorat Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan telah melakukan koordinasi dengan eksportir produk tertuduh Indonesia sedini mungkin serta mendorong mereka untuk bersikap kooperatif selama penyelidikan berlangsung.

Selain itu, Pemerintah Indonesia dalam pembelaan tertulisnya menegaskan kondisi industri dalam negeri Australia tidak dalam keadaan merugi. Ini terlihat dari kemampuannya meraih pangsa pasar domestik seiring peningkatan konsumsi rebar di Australia.

"Dengan demikian, Pemerintah Indonesia meminta Otoritas menghentikan penyelidikan anti dumping, khususnya untuk eksportir Indonesia‎," tutur Oke.

‎Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor rebar Indonesia ke Australia pada 2017 mencapai US$ 22 juta. Nilai tersebut meningkat sekitar 9 persen dari 2016 yang mencapai US$ 20 juta.

Menyikapi hasil ini, Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati menegaskan, dengan dikecualikannya kedua eksportir Indonesia tersebut dari pengenaan BMAD, maka kesempatan mengisi dan merebut pasar ekspor produk rebar di Australia terbuka lebih besar.

"Diharapkan perdagangan rebar ke Australia dapat dilakukan sesuai ketentuan," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


India Bebaskan Produk Serat RI dari Bea Masuk Anti Dumping

Aktivitas bongkar muat di Jakarta International Contener Terminal (JICT),Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (16/11). Sejak tahun 2015, baru dua kali nilai ekspor Indonesia melampaui US$ 15 miliar per bulan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Pemerintah India membebaskan produk nonwoven fabrics asal Indonesia dari pengenaan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD). Hal tersebut merupakan hasil investigasi Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Industri India melalui Directorate General of Anti-Dumping and Allied Duties (DGAD). ‎

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Oke Nurwan dari investigasi tersebut,‎ tidak ditemukan ada praktik dumping mau pun kerugian akibat masuknya produk asal Indonesia.

‎"Pada 2 September 2017, DGAD India memutuskan tidak mengenakan BMAD terhadap produk impor nonwoven fabrics asal Indonesia. Dalam final finding, DGAD India menyatakan tidak menemukan adanya dumping atau kerugian yang disebabkan oleh impor produk nonwoven fabrics dari Indonesia. DGAD India juga menyatakan tidak menemukan kausalitas antara kerugian industri domestik dengan produk impor," ujar di dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu 13 September 2017.

Penyelidikan antidumping terhadap produk impor nonwoven fabrics ke India dimulai pada 16 Juni 2016 atas petisi industri domestik India. Selain Indonesia, negara yang dituduh dumping dalam penyelidikan ini adalah Malaysia, Tiongkok, Thailand, dan Arab Saudi.

Dalam petisi itu, industri domestik India menyampaikan jika peningkatan impor produk nonwoven fabrics yang signifikan berpotensi menghambat pertumbuhan industri baru bagi produk nonwoven fabrics di India.

Dibebaskannya Indonesia dari pengenaan BMAD tersebut tidak lepas dari upaya pembelaan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri melalui Direktorat Pengamanan Perdagangan, yang bersinergi dengan produsen dan eksportir Indonesia.

Upaya pembelaan melalui sanggahan secara tertulis mau pun melalui hearing yang dilaksanakan oleh DGAD India.

Dalam sanggahan tersebut, Pemerintah Indonesia menyampaikan jika dugaan barang impor menghambat pertumbuhan industri domestik di India merupakan spekulasi dan sangat tidak beralasan. Hal ini karena fakta menunjukkan performa industri domestik India tumbuh positif dan signifikan.

"Hasil yang didapat ini merupakan usaha bersama antara Pemerintah dan sektor swasta. Pemerintah akan terus berkomitmen untuk membuka dan mengamankan akses pasar produk ekspor Indonesia," tutur Oke.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya