Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana menyesuaikan tarif tol Jakarta Outer Ring Road (JORR). Namun kenaikan tarif tersebut akan dilakukan bersamaan dengan integrasi ruas tol sepanjang 64 kilometer (km) tersebut.
AVP Corporate Communication PT Jasa Marga (Persero) Tbk Dwimawan Heru mengatakan saat ini masing-masing bagian dari JORR dikelola oleh Badan Usaha Jalan Tol yang berbeda.
Selain milik Jasa Marga, ada pula bagian ruas JORR yang dikelola PT Hutama Karya (HK), PT Jakarta Lingkar Baratsat (JLB) dan PT Marga Lingkar Jakarta (MLJ).
Baca Juga
Advertisement
"Jadi JORR S punyanya HK, JORR W1 itu JLB, JORR W2 itu MLJ dan Jasa Marga itu Pondok Ranji-Ulujami dan JORR E1, E2, E3. Jadi ada empat BUJT," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Senin (29/1/2018).
Menurut dia, integrasi tersebut akan dilakukan dengan menghilangkan gerbang tol Kayu Besar dan Meruya. Sedangkan untuk penyesuaian tarifnya dihitung berdasarkan rata-rata panjang perjalanan dan inflasi.
"Jadi (penyesuaian tarif) akan bersamaan dengan integrasi JORR tarif barunya, dengan dihilangkannya barrier Kayu Besar dan Meruya. Jadi empat itu akan keluar angka baru itu merupakan tarif baru JORR yang integrasi yang berdasarkan panjang perjalanan rata-rata pengguna jalan di tol JORR dan sudah mengakomodasi inflasi dalam dua tahun terakhir," jelas dia.
Menurut Heru, saat ini empat BUJT tengah melakukan perhitungan soal tarif baru JORR setelah nantinya terintegrasi.
Dia berharap integrasi dan penyesuaian tarifnya bisa dilakukan dalam waktu dekat."Kami empat BUJT dalam proses integrasi seperti menyepakati tarif integrasi. Targetnya dalam waktu dekat," tandas dia.
Tonton Video Pilihan Ini:
Jokowi: Hingga 2019 akan Ada Tambahan 1.800 Km Jalan Tol
Presiden Jokowi Widodo (Jokowi) menyatakan, hingga 2019 secara total akan ada tambahan 1.800 kilometer (km) jalan tol. Hal tersebut bisa tercapai jika pembangunan tol yang tengah digenjot pemerintah tidak terhambat oleh pembebasan lahan.
Jokowi mengungkapkan, sejak pembangunan Tol Jagorawi yang dimulai pada 1970-an, progres pembangunan jalan tol di Indonesia berjalan sangat lambat. Padahal, dulu negara-negara lain seperti Malaysia hingga China belajar membangun tol kepada Indonesia.
"Jalan tol, Malaysia, Vietnam, China waktu kita bikin Jagorawi, mereka nengok ke kita, kita sudah jadi walaupun cuma 60 km. Pembebasan, konstruksi, pengelolaan mereka lihat ke kita. Tapi sudah lebih dari 40 tahun sampai 2014, jalan tol kita hanya 780 km. Sedangkan China sudah punya 280 ribu km," ujar dia dalam Rakernas Kementerian ATR/BPN di Jakarta, Rabu (10/1/2018).
Ketika dilihat, lanjut Jokowi, ternyata yang membuat lambatnya pembangunan tol di Indonesia adalah pembebasan lahannya.
"Pasti ada masalah, yang banyak adalah pembebasan lahan yang sulit. Saya ke lapangan saya lihat detail, ketemu sekarang. Saya kalau ada masalah sedikit, saya telepon Pak Menteri, di Balikpapan, Samarinda ada masalah tanah si A, tanah si B. Saya minta dua bulan rampung, padahal berapa tahun berhenti," lanjut dia.
Sekarang sejumlah tuas tol yang sebelumnya mangkrak, bisa dikerjakan bahkan sudah ada selesai dan dioperasikan.
"Batang-Semarang berapa tahun berhenti, jalan tol di tengah jalan berhenti. Solo-Ngawi, Ngawi-Kertosono sama juga. Tapi nyatanya sekarang rampung. Kalau kita niat, tanpa didasari kepentingan-kepentingan ya bisa rampung. Kita harapkan tol di Jawa dari ujung barat Merak sampai Banyuwangi, target kita 2019 maksimal kalau bisa saya masih minta maju, itu tersambung," jelas dia.
Dengan demikian, pada hingga 2019 akan ada tambahan 1.800 km tol. Ke depannya diharapkan pembangunan tol bisa berjalan cepat tanpa terhalang pembebasan lahan.
"Saat itu 2019 kita akan ada tambahan jalan tol 1.800 km. Rampung. Meski menurut saya 1.800 km dalam lima tahun itu juga kelamaan. Pembandingnya lagi-lagi ke China, setahun bisa 4.000 km sampai 5.000 km. Ya kita ini negara besar kalau kita enggak kejar dan ditinggal negara lain ya ditinggal betul. Itu yang sekarang ini kita kejar," tandas dia.
Advertisement