Liputan6.com, Jakarta - Peristiwa pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) bukan pertama kalinya mencoreng integritas lembaga ini. Sebelumnya mantan Hakim MK Akil Mochtar harus menjadi pesakitan KPK atas kasus memperjual-belikan belasan sengketa pilkada.
Sementara itu mantan Hakim [MK ](MK "")Patrialis Akbar juga harus mendekam di penjara setelah terbukti menerima suap dari pengusaha impor daging untuk memenangkan putusan perkara yang tengah diajukan ke Mahkamah Konstitusi.
Advertisement
Atas kasus merosotnya moral MK, Mantan Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengusulkan agar pemerintah membentuk panitia seleksi (pansel) hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
Selama ini, MK yang memiliki sembilan orang hakim konstitusi diajukan oleh tiga unsur. Yaitu tiga orang diajukan oleh Presiden, tiga orang diajukan DPR setelah melalui uji kelayakan dan kepatutan secara terbuka terhadap beberapa kandidat, dan tiga orang diajukan oleh MA.
Sedangkan Ketua dan Wakil Ketua Mk dipilih dari dan oleh hakim konstitusi. Kesembilan hakim konstitusi itu ditetapkan oleh Presiden.
“Tahun ini akan ada seleksi hakim MK karena beberapa akan pensiun sehingga tidak bisa lagi menjalankan tugas,” ujar Busyro kepada Liputan6.com, Minggu (28/1/2018).
Namun, Busyro tak ingin posisi kosong tersebut diisi calon hakim yang tidak berintegritas. Untuk itu, ia berharap Presiden Joko Widodo membentuk panitia seleksi untuk memastikan calon hakim memiliki rekam jejak yang baik.
“Pansel ini beranggotakan orang-orang yang punya kredibilitas baik. Jadi nantinya bisa memberikan masukan secara jernih,” harap Busyro.
Dia juga ingin hakim MK kelak tidak memiliki kepentingan dan tidak mudah disuap, serta objektif dan netral dalam memandang permasalahan. Maka dari itu dia ingatkan agar mereka yang memiliki rekam jejak cacat langsung dihapus dari daftar calon.
Ragukan Objektivtas MK
Busyro mengungkapkan dirinya sudah sulit memercayai netralitas lembaga tersebut. Hal itu terjadi saat dirinya bersama beberapa unsur lain mencabut uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (UU MD3).
Padahal saat itu proses persidangan di MK sampai pada tahap penyerahan kesimpulan. “Kami mencabut karena kami sudah hilang kepercayaan,” ujar dia.
Saat itu Busyro tengah mendengar kabar dari dalam MK yang akan menukar kesepakatan uji materi UU MD3 dengan hak pansus angket KPK di legislatif. Uji materi UU MD3 bisa ditolak dengan catatan hak pansus angket KPK akan disetujui oleh MK.
“Ada informasi yang patut kami cermati (bahwa) hakim tidak akan kompak,” ungkap Busyro.
Mengetahui kabar itu, Busyro beserta tim pemohon lainnya memutuskan menarik permohonan uji materi UU MD3. Tim pemohon enggan mengambil risiko dengan menukar nasib KPK. Menurutnya langkah tersebut ditempuh agar KPK bisa ‘selamat’.
Meski begitu Busyro enggan berkomentar jauh soal nasib hak pansus angket KPK yang akan segera 'tutup buku'. Menurutnya spekulasi belum bisa dimunculkan sampai hak pansus angket KPK menemui keputusan akhir.
"Itu kan pernyataan parpol," responsnya ragu.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Baca Juga
Advertisement