Bintang Buatan Manusia Picu Kontroversi Astronom

Banyak yang mengkhawatirkan, bintang buatan tersebut bisa berisiko bagi Bumi karena cahayanya yang terlampau terang.

oleh Jeko I. R. diperbarui 30 Jan 2018, 07:30 WIB
Pendiri dan CEO Rocket Lab Peter Beck dengan bintang buatannya. (Foto: Independent)

Liputan6.com, California - Di luar angkasa, bintang pun bisa dibuat oleh manusia. Adalah Rocket Lab, perusahaan antariksa swasta asal Selandia Baru, yang belum lama ini menciptakan bintang buatan raksasa yang telah diluncurkan ke luar angkasa pada pekan lalu.

Objek berbentuk bola disko raksasa tersebut memiliki geodesi lebar hingga tiga kaki dan dibalut dengan 65 panel reflektor.

Saat di luar angkasa, ia akan memantulkan cahaya matahari ke seluruh tempat di Bumi. Karena itu, bintang buatan ini akan menjadi objek yang paling terang di malam hari. Rencananya, bintang buatan akan beroperasi dalam waktu sembilan bulan ke depan.

Bukannya dipuji, peluncuran bintang buatan bernama "Humanity Star" tersebut malah memicu kontroversi di kalangan astronom. Mereka geram dan tidak setuju karena Humanity Star justru akan mempersulit pekerjaan peneliti.

Menurut Richard Easther, astronom dari Universitas Auckland Selandia Baru, mengungkap polusi udara kini sudah menjadi masalah besar dengan penelitian mereka.

Lantas, keberadaan Humanity Star dan pantulan cahaya dari matahari justru semakin membuat peneliti semakin sulit bekerja.

"Ini jelas memberatkan kami. Dampak dari bintang buatan tersebut justru akan memberikan pantulan cahaya yang cukup menyilaukan mata. Kami meragukan bintang buatan tersebut akan membantu manusia di Bumi, malah justru akan menyulitkan," kata Easther.

"Lagipula, manusia yang hidup di Bumi sudah memiliki pola alam masing-masing, termasuk pergantian siang dan malam. Kita sebagai manusia tidak bisa mengubah kodrat alam seperti dengan menciptakan bintang buatan ini," tambahnya menerangkan.


Merusak Langit Malam

Ilustrasi (iStock)

Pada kesempatan yang sama, astronom Columbia University David Kipping juga berpendapat serupa. Menurutnya, bintang buatan itu akan merusak langit malam karena cahayanya yang sangat terang.

"Ini adalah gagasan yang bodoh. Bintang itu memang akan membantu manusia untuk menerangi tempat-tempat di Bumi, tetapi mereka tidak memikirkan konsekuensi kalau cahaya bintang tersebut terlampau terang dan merusak langit di malam hari," tukas Kipping.

"Kita terbiasa melihat objek-objek alam seperti bulan dan planet lainnya, tampak lebih terang di langit malam hari. Lantas mengapa kita harus butuh bantuan bola disko ini? Kalau memang mau menerangkan Bumi, bangun saja lampu-lampu lebih banyak di jalanan," imbuhnya.


Matahari Buatan

Matahari buatan ilmuwan Pusat Antariksa Jerman. (Foto: Mirror)

Tak cuma bintang, matahari pun juga ada versi buatannya. Pada Maret 2017, Ilmuwan Pusat Antariksa Jerman menciptakan 'matahari' buatan yang ukurannya diklaim paling besar di dunia.

Mesin raksasa bernama "Synlight" tersebut kelak berfungsi menyediakan cahaya cadangan dengan tenaga solar, yang fungsinya sama dengan Matahari di Tata Surya.

Matahari buatan diciptakan dari 149 lampu sorot dengan teknologi energi kimia Xenon. Lampu ini biasanya digunakan di bioskop-bisokop untuk menciptakan cahaya alami yang menghangatkan.

Dilansir Mirror, matahari tersebut dibangun di fasilitas German Aerospace Centre. Bernhard Hoffschmidt, pimpinan proyek mengatakan matahari ini bisa memendarkan cahaya yang intensitasnya 10 ribu kali sama dengan Matahari sungguhan.

Ia mengungkap, suhu cahayanya bisa mencapai 3.000 derajat Celsius, di mana lampu akan dinyalakan pada satu titik dengan ukuran 20 cm x 20 cm.

Selain bisa menyediakan cahaya, Hoffschmidt juga mengutarakan bahwa tujuan perangkat ini adalah untuk memproduksi gas hidrogen. Diketahui, hidrogen adalah salah satu unsur bahan bakar yang potensial karena dapat menciptakan emisi non karbon ketika dibakar.

(Jek/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya