Pengamat: Sopir Taksi Online Harus Tunduk Aturan

Aksi demo taksi online dan penolakan Permenhub ini menunjukkan jika sopir taksi online tidak paham fungsi sebagai pengemudi angkutan online.

oleh Septian Deny diperbarui 29 Jan 2018, 18:31 WIB
Sejumlah demonstran membawa poster saat menggelar aksi di depan Kantor Kementrian Perhubungan, Jakarta Pusat, Senin (29/1). Permenhub tersebut soal Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Para pengemudi taksi online menggelar aksi demo taksi online di depan Istana Kepresidenan pada Senin (29/1/2018). Aksi demonstrasi tersebut dalam rangka menolak Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108 Tahun 2017 yang mengatur taksi online.

Pengamat Transportasi Darmaningtyas mengatakan, ada aksi demo taksi online dan penolakan terhadap Permenhub ini menunjukkan jika para pengemudi taksi online ini tidak paham akan fungsinya sebagai pengemudi angkutan umum.

Menurut dia, meski berpelat hitam, namun kendaraan yang dibawa masuk kategori angkutan umum lantaran memungut bayaran kepada pengguna jasanya.

"Kalau menjalankan fungsi angkutan umum ya mau tidak mau harus tunduk pada regulasi tentang angkutan umum. Enak sekali kalau menjalankan fungsi angkutan umum tapi tidak mau tunduk pada regulasi angkutan umum," ujar dia di Jakarta, Senin (29/1/2018).

Sebagai contoh, untuk ketentuan uji KIR kendaraan, lanjut dia, hal tersebut sudah menjadi kewajiban yang mutlak bagi kendaraan untuk tujuan komersial yang membawa penumpang. Tujuannya, untuk menjamin keselamatan penumang yang menggunakan jasanya.

"Jika ada persoalan teknis dalam uji KIR, termasuk uji KIR yang tidak profesional dan bisa dimainkan, itu persoalan lain yang perlu dipecahkan pula. Tapi Kemenhub sebagai regulator sudah membuat regulasi yang benar dengan mewajibkan semua kendaraan yang dipakai angkutan online wajib uji KIR. Kalau Kemenhub tidak mensyaratkan hal itu justru salah, karena kalau ada apa-apa Kemenhub dipersalahkan," kata dia.

Kemudian soal penempelan stiker di kendaraan sebagai tanda jika kendaraan tersebut merupakan taksi online. Menurut Darmaningtyas, hal tersebut sudah diterapkan di negara lain yang memberikan izin bagi taksi online beroperasi.

"Stiker itu dipakai di negara mana pun untuk menandakan itu adalah angkutan online, sekaligus memudahkan pengawasan di lapangan. Kalau tidak ada stiker, bagaimana polisi dan petugas Dinas Perhubungan mengetahui kalau itu adalah angkutan online?," ungkap dia.

Terkait dengan kewajiban pengemudi memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) A Umum dalam aturan baru taksi online, Darmaningtyas menyatakan, hal tersebut telah diatur dalam UU LLAJ Nomor 22 Tahun 2009. Pada pasal 82 ayat (1) poin a menyatakan, SIM A Umum berlaku untuk mengemudikan kendaraan bermotor umum dan barang dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak melebihi 3.500 kilogram (kg).

"Jadi kalau menolak persyaratan SIM A Umum seperti diatur dalam PM 108/2017 sama saja menolak UU LLAJ khususnya pasal 82 ayat (1) poin a tersebut. Jadi para pendemo itu pasti belum baca UU LLAJ," lanjut dia.

Terakhir, terkait dengan pengaturan kuota armada, hal ini justru akan menguntungkan pengemudi. Karena semakin banyak kendaraan online yang beroperasi akan makin banyak saingan sehingga pendapatan pengemudi makin sedikit.

"Jadi kalau ada pengemudi yang menolak kuota, jelas itu tidak paham kuota atau mereka dimanfaatkan oleh perusahaan aplikator yang ingin aplikasinya dimanfaatkan oleh orang sebanyak-banyaknya tanpa mengenal batas kuota. Pengemudi sejati pasti akan setuju dengan adanya kuota," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 


Budi Karya Terima Perwakilan Massa Aksi Taksi Online di Kemenhub

Menhub Budi Karya memberi sambutan saat menghadiri penandatanganan kerja sama antar bank sindikasi di Jakarta, Jumat (29/12). MOU tersebut merupakan bentuk kerja sama kredit sindikasi proyek kereta api ringan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menerima perwakilan pengunjuk rasa sopir taksi online di Gedung Kementerian Perhubungan, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Ada 15 orang yang akhirnya diperkenankan masuk untuk berdiskusi masalah Permenhub 108 Tahun 2017.

Pantauan Liputan6.com, Senin 29 Januari 2018, negoisasi antara pihak Kemenhub dengan perwakilan pengunjuk rasa sempat alot. Pasalnya, para sopir taksi online meminta perwakilan yang masuk sebanyak 20-25 orang.

"Kalau tidak 25 kita tinggal saja lah," ujar negosiator aksi.

Hanya saja, Koordinator Aliansi Nasional Driver Online (Aliando) Baja memilih untuk meneruskan negosiasi. Setelah berdebat cukup panjang, akhirnya 15 orang dipersilakan untuk masuk dan disetujui oleh para sopir taksi online.

"Tahan yang lain jangan ada yang bergerak ke Istana Merdeka. Mobil komando tahan. Kita tunggu di sini," kata Baja.

Menurut Baja, pihaknya akan langsung diterima oleh Menhub Budi. Sebab itu dia berkeras untuk berdiskusi dibanding melanjutkan berunjuk rasa ke Istana Merdeka.

"Ini audiensi. Katanya Pak Menteri yang menerima," Baja menandaskan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya