Liputan6.com, Hendaye/Hondarribia - Pekan depan, Prancis akan menyerahkan secuil wilayahnya yang memiliki luas sekitar 3.000 meter persegi kepada Spanyol. Penyerahan wilayah itu akan berlangsung secara damai dan sukarela, tanpa kisruh atau bahkan konflik bersenjata.
Tapi, seserahan tersebut tak hanya berhenti di situ. Karena, dalam enam bulan ke depan, Spanyol akan menyerahkan wilayah yang sama kembali kepada Prancis.
Baca Juga
Advertisement
Tampak absurd memang. Tapi, prosesi seserahan secuil tanah itu adalah sebuah normalitas antara kedua negara yang telah berlangsung selama 350 tahun terakhir.
Tanah yang diperebutkan adalah Pulau Faisans, terletak di Sungai Bidasoa di perbatasan Prancis (di Kota Hendaye, Provinsi Bayonne) dan Spanyol (di Kota Hondarribia, Provinsi San Sebastian). Demikian seperti dikutip dari BBC, pada Senin (29/1/2018).
Namun pertanyaannya, mengapa pulau itu harus mengalami prosesi pergantian negara, dari Prancis ke Spanyol, setiap enam bulan sekali sejak 350 tahun terakhir?
Tempat Negosiasi yang Mengakhiri Perang Spanyol - Prancis
Semua bermula pada tahun 1659, kala itu, Prancis dan Spanyol -- yang masih berbentuk monarki -- tengah berproses menuju perdamaian usai keduanya terlibat perang yang menahun.
Kehadiran Pulau Faisans dianggap signifikan bagi proses perdamaian Prancis dan Spanyol, karena, selama tiga bulan pada tahun 1659, kedua kerajaan melakukan negosiasi damai di sejumput tanah itu.
Alasan memilih Pulau Faisans sebagai lokasi perundingan sejatinya cukup sederhana, karena dianggap netral. Mengingat, lokasinya tepat di perbatasan kedua kerajaan.
Selain netral, posisi pulau itu dianggap strategis karena, kedua sisi pulau sama-sama terhubung dengan daratan utama Kerajaan Prancis dan Spanyol. Maka, jika proses perundingan berlangsung alot atau kisruh, pasukan kedua kerajaan yang menunggu di tepian dapat saling menyerbu satu sama lain.
Beruntungnya, proses negosiasi damai berujung pada hasil yang positif.
Sebuah kesepakatan damai ditandatangani -- Perjanjian Pyrenees namanya -- dan disegel dengan sebuah pernikahan kerajaan, saat Raja Prancis Louis XIV menikahi putri Raja Spanyol Philippe IV.
Perjanjian Pyrenees juga berisi obligasi yang mengatur bahwa Pulau Faisans harus dibagi antara kedua negara, dengan kontrol bergilir dari satu pihak ke pihak yang lain.
Disepakati, selama enam bulan dalam setahun, dari tanggal 1 sampai 31 Juli, pulau itu di bawah kendali Spanyol Dan untuk enam bulan berikutnya, giliran Prancis. Hingga sekarang -- ketetapan tanggal dapat bergeser seiring tahun, namun, periode kendali tetap sama.
Dalam istilah ketatanegaraan, kedaulatan bersama semacam itu disebut kondominium, dan Pulau Faisans adalah salah satu yang tertua yang pernah ada dalam sejarah manusia.
Berdasarkan tata kelola pemerintahan modern, pulau itu kini berada di bawah komando Angkatan Laut Spanyol di San Sebastian serta Angkatan Laut Prancis di Bayonne. Jika tiba gilirannya, komandan kedua pangkalan juga bertindak sebagai gubernur pulau tersebut.
Benoit Ugartemendia kepala dinas pertamanan Kota Hendaye mengatakan bahwa ia kerap mengirim tim kecil setahun sekali dengan kapal ke pulau tersebut untuk memotong rumput dan memangkas cabang pohon.
Sementara itu, otoritas Spanyol di Hondarribia terkadang mengirim polisi untuk mengamankan Pulau Faisans dari orang-orang yang berkemah secara ilegal -- tercatat sangat sering, karena, ketika pasang surut, orang-orang dapat melintas dari Hondarribia ke Pulau Faisans hanya dengan berjalan kaki.
Advertisement
Hanya Menarik Minat Orang Tua
Jika diukur panjang kali lebar, Pulau Faisans hanya berukuran 200 m x 40 m. Tapi, terlepas dari ukurannya yang kecil, pulau itu memiliki bobot historis yang besar bagi Spanyol dan Prancis.
Namun, banyak kawula muda dari kedua negara tak menyadari arti penting historis pulau itu. Buktinya, pada setiap perayaan tahunan Pulau Faisans yang digelar rutin, hanya kawula tua saja yang tertarik untuk datang dan meramaikan perhelatan tersebut.
Sedangkan kawula muda, tak tertarik, atau bahkan, tak tahu-menahu tentang kepentingan sejarah pulau itu.
Kendati terlampau kuno, pulau itu sempat menjadi sorotan dalam sejumlah peristiwa sejarah modern, seperti Perang Saudara Spanyol. Kala itu, saat Pulau Faisans dikendalikan Spanyol, diktator Generalissimo Franco pernah menempatkan pos penjagaan untuk menghalau warga Negeri Matador anti-Franco yang hendak membelot ke Prancis.
Kini, kalau-kalau ada kisruh, persoalannya hanya berupa masalah perdagangan, penangkapan ikan, dan isu kejernihan air sungai -- yang memicu wali kota kedua dari Hondarribia dan Hendaye bertemu sekitar belasan kali dalam setahun.