Liputan6.com, Jakarta - Salah satu model andalan PT Suzuki Indomobil Sales (SIS), Ignis, masih jadi yang paling laris di segmen citycar di Tanah Air. Bahkan, dari data Gabungan Industri Kendaraan bermotor Indonesia (Gaikindo), Suzuki Ignis mampu terjual sebanyak 14.157 unit di tahun lalu.
Meskipun menjadi yang terlaris, namun masih banyak yang berpendapat masih ada kekurangan Suzuki Ignis dibanding kompetitor, salah satunya transmisi. Pasalnya, ketika kompetitor sudah menggunakan CVT, mobil yang dibanderol Rp 141,5 juta ini masih mengadopsi transmisi Auto Gear Shift (AGS).
Baca Juga
Advertisement
Dijelaskan Makmur, 4W Sales Director PT SIS, transmisi AGS kini sudah mulai diterima masyarakat. Hal tersebut, bisa dilihat dari laris manisnya Suzuki Ignis di tahun lalu.
"Kenyataannya, AGS itu sangat diterima masyarakat sekarang. Mungkin karena awal-awal belum beradaptasi, jadi ada anggapan belum diterima," jelas Makmur kepada Liputan6.com, ditulis Selasa (30/1/2018).
Lanjut Makmur, AGS ini pada dasarnya memang transmisi manual yang diotomatiskan. Jadi, ketika membeli Suzuki Ignis dengan AGS, seperti beli satu dapat dua, yaitu manual dan otomatis.
"Kelebihannya juga lebih murah, kan kalau dibandingkan dengan CVT pasti lebih mahal. Nah, makanya memang kalau tak kenal maka tak sayang toh," pungkas Makmur sambil tersenyum.
Rilis Ignis SE, Trik Suzuki Habiskan Stok Tipe GL?
Menggebrak awal tahun, PT Suzuki Indomobil Sales (SIS), resmi menghadirkan Suzuki Ignis Sport Edition (SE). Lahir sebagai varian baru, Ignis SE hadir dengan penambahan berbagai aksesori, dan muncul dengan tampilan yang diklaim lebih sporty dan stylish.
Suzuki Ignis SE ini, sejatinya hadir berdasarkan varian GL. Namun, model tersebut ditambahkan berbagai aksesori, mulai dari DRL di gril depan, front under spoiler, side under spoiler, rear under spoiler, rear upper spoiler, dan head unit.
Lalu, timbul pertanyaan, apakah Ignis SE ini hanya menjadi cara Suzuki untuk menghabiskan stok Suzuki Ignis GL?
Pasalnya, dari penjualan Suzuki Ignis sepanjang 2017, sebesar 14 ribuan unit, 65 persen didominasi oleh varian GX, dan 35 persen varian GL.
Dijelaskan Harold Donnel, Head Brand Development & Marketing Research 4W PT SIS, secara kultur Suzuki, untuk tahun pertama setiap produk baru memang yang paling laris varian tertinggi. Namun, memasuki tahun kedua, varian di bawahnya biasanya yang akan lebih banyak terjual.
"Tahun kedua, biasanya reasonable price-nya orang udah pada sadar, kenapa harus beli varian tinggi. Untuk varian tengah juga sudah cukup," jelas Harold di sela-sela peluncuran Suzuki Ignis SE di Kota Kasablanca, Jakarta, Jumat (26/1).
"Kita kasih opsi ini di tahun kedua, sebagai strategi bahwa oke, kita tidak perlu beli varian GX untuk dapat tampilan yang lebih menarik. Cukup beli GL atau SE, kalau upping GL tambah Rp 13 sampai Rp 14 jutaan, atau beli SE tambah Rp 10 jutaan," tambahnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement