ESDM Minta Revisi Laporan Kemajuan Pembangunan Smelter Freeport, Kenapa?

Kementerian ESDM telah mengembalikan laporan kemajuan pembangunan smelter PT Freeport Indonesia agar diperbaiki.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 31 Jan 2018, 13:27 WIB
Perubahan Status Kontrak Freeport Indonesia

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menolak laporan kemajuan pembangunan fasilitas pengelolaan dan pemurnian mineral (smelter) PT Freeport Indonesia. Sedangkan kemajuan pembangunan smelter merupakan syarat mendapat rekomendasi ekspor mineral olahan (konsentrat).

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi‎ mengatakan, Freeport Indonesia melaporkan kemajuan perkembangan pembangunan smelter dengan format yang salah.

Selain itu, tidak sesuai Keputuan Menteri Nomor 1051 K/30/MEM/2017 tentang standar operasional prosedur dan pedoman evaluasi pemberian rekomendasi persetujuan ekspor mineral logam.

"Mereka memasukkan perkembangan tidak sesuai format dan Kepem (keputusan menteri) 1051," kata Agung, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (31/1/2018).

Agung menuturkan, kare‎na laporan perkembangan pembangunan smelter tidak sesuai ketentuan, Kementerian ESDM belum memberikan rekomendasi ekspor. Sementara batas waktu izin ekspor konsentrat Freeport Indonesia habis pada 17 Februari 2017.

"Belum (diberikan rekomendasi), batas waktu ekspor habis 17 Februari 2018," tutur Agung.

Agung mengungkapkan, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM te‎lah mengembalikan laporan kemajuan pembangunan smelter, agar perusahaan tambang Amerika Serikat itu memperbaikinya.

"Laporannya dikembalikan, minerba sudah meminta memperbaiki‎," tutur Agung.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 


Pemda Resmi Kuasai 10 Persen Saham Freeport

Freeport Indonesia (AFP Photo)

Sebelumnya, Pemerintah pusat akan menyerahkan 10 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) kepada pemerintah daerah yakni Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika. Hal itu ditandai dengan penandatangan Perjanjian Pengambilan Saham Divestasi PTFI di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, perjanjian ini merupakan suatu langkah strategis serta kemajuan yang signifikan terkait pengambilan saham divestasi PTFI.

"Perjanjian ini merupakan wujud semangat kebersamaan antara seluruh pemerintah yaitu pemerintah pusat, Kemenkeu, Kementerian ESDM dan BUMN dengan pemerintah daerah yaitu Pemerintah Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika dan BUMN yang bersama-sama sepakat untuk kerja sama di dalam proses pengambilan saham divestasi PTFI," kata dia usai penandatangan perjanjian di Kemenkeu, Jumat 12 Januari 2018.

Dengan perjanjian tersebut, maka pemerintah daerah akan memiliki 10 persen saham PTFI setelah proses divestasi. Porsi saham tersebut mengakomodasi pemilik hak ulayat serta masyarakat yang terkena dampak permanen usaha PTFI.

Pemerintah Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika secara bersama-sama akan memiliki hak atas saham Freeport Indonesia sebesar 10 persen sesudah divestasi.

"Porsi hak kepemilikan saham termasuk untuk mengakomodasi hak-hak masyarakat pemilik hak ulayat dan masyarakat yang terkena dampak permanen dari usaha PTFI," paparnya.

Pengambilan saham divestasi PTFI menggunakan skema korporasi. Sehingga, tidak membebani anggaran pemerintah baik pusat maupun daerah.

"Pengambilan saham PTFI akan dilakukan melalui mekanisme korporasi dengan demikian tidak membebani APBN maupun APBD," ungkap Sri Mulyani.

Pemerintah sendiri akan mengambil 51 persen saham PTFI. Hal itu sejalan dengan komitmen Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Keseluruhan divestasi Freeport Indonesia di mana 51 persen kepemilikan menjadi kepemilikan pihak Indonesia adalah sesuai komitmen Bapak Presiden yang harus kita lakukan transparan, bersih dari konflik kepentingan, dan terjaga tata kelolanya setiap tahapan," tukas dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya