Liputan6.com, Jakarta Pemerintah berencana menurunkan jumlah barang impor yang diawasi secara ketat dan masuk kategori larangan terbatas (lartas). Jumlah barang yang diturunkan dari 5.229 harmonized system (HS) code menjadi 2.256 HS code.
Namun jumlah penurunan barang tersebut belum membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) puas. Menurut dia, harusnya jumlah barang yang dikeluarkan dari kategori lartas bisa lebih banyak lagi.
"Saya sudah sampaikan kepada Menko Ekonomi Pak Darmin, saya minta yang namanya larangan terbatas, lartas itu dihilangkan, dikurangi. Tadi ketemu langsung datanya sudah berapa? Dari 5.000 dipotong jadi 2.200. Saya bilang masih terlalu banyak 2.200 itu," ujar dia di Istana Negara, Jakarta, Rabu (31/1/2018).
Baca Juga
Advertisement
Menurut Jokowi, tujuan dikuranginya jumlah barang yang masuk kategori lartas adalah untuk menjamin kepastian pasokan bahan baku impor yang menjadi kebutuhan sektor industri. Sebab, dengan adanya lartas ini membuat pasokan sejumlah bahan baku kebutuhan industri yang masih diimpor terhambat.
"Untuk menjamin ketersediaan kebutuhan industri. Dilihat. Jangan sampai membuat regulasi yang justru industri teriak karena pasokannya terhambat, baik yang berurusan dengan gula, baik yang berurusan dengan bahan-bahan yang lainnya," kata dia.
Jokowi juga menyatakan dirinya tidak ingin adanya kebijakan lartas ini malah dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk mencari keuntungan. Sebab, terhambatnya pasokan bahan baku industri akibat masuk dalam kategori lartas akan merugikan perekonomian nasional.
"Dipikir saya nggak tahu gunanya lartas itu apa? Untuk permainan apa? Ngerti semua saya. Hanya saya kadang masih diam kalau belum kebangetan. Tapi begitu sudah kebangetan, tahu sendiri," tandas dia.
Impor Barang Tertentu Dipermudah Mulai 1 Februari
Pemerintah akan menerbitkan kebijakan tata niaga guna mempercepat kegiatan ekspor-impor. Salah satu isinya adalah menggeser kegiatan pengawasan barang yang masuk ke Indonesia dari sebelumnya di wilayah kepabeanan (border) ke luar wilayah kepabeanan (postborder).
Direktur Teknis Kepabeanan Ditjen Bea Cukai Fadjar Donny Tjahjadi mengatakan, dalam kebijakan tersebut, pemerintah telah memilah sejumlah jenis barang berdasarkan harmonized system (HS) code yang sebelumnya diawasi di wilayah kepabeanan menjadi di luar wilayah kepabeanan.
Menurut dia, selama ini dari 10.826 HS code yang ada, yang dikenakan larangan terbatas (lartas) atau diawasi secara ketat di wilayah kepabeanan ada sekitar 5.229 HS code atau 48,3 persenya. Rencananya, dengan kebijakan tata niaga tersebut, hanya 2.256 HS code atau 20,8 persen saja yang dilakukan pemeriksaan di wilayah kepabeanan.
"Dari 5.229 HS code diharapkan tinggal 20,8 persen atau 2.256 HS code yang ada di border," ujar dia di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Selasa (30/1/2018).
Donny menyatakan, barang-barang yang tetap dilakukan pemeriksaan di wilayah kepabeanan merupakan barang-barang yang masuk kategori kesehatan, keselamatan, keamanan dan lingkungan (K3L). Sebagai contoh, barang pangan yang tetap dilakukan pemeriksaan di wilayah border seperti beras, gula, dan garam.
Namun, dia masih enggan menjelaskan secara detail barang-barang yang pemeriksaannya digeser ke luar wilayah kepabeanan. Menurut dia, hal tersebut akan disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.
"Terkait pola pergeseran ini, Bea Cukai terus memberikan dukungan di mana salah satunya adalah dengan melakukan pemeriksaan pabean dan fisik berdasarkan risk management kami melakukan penelitian terkait tarif dan pabean untuk memastikan ketepatan," kata dia
Dengan kebijakan ini, impor barang-barang tertentu nantinya akan lebih mudah. Namun begitu, hal tersebut tidak akan mengurangi persyaratan yang harus dipenuhi importir ketika akan memasukkan barangnya ke wilayah Indonesia. Kebijakan tersebut akan mulai berlaku pada 1 Februari 2018.
"Pergeseran dari border ke postborder ini tidak menghilangkan persyaratan impor. Hanya yang melakukan pengawasan sebelumnya oleh Bea Cukai, kini dilakukan oleh kementerian dan lembaga terkait, apakah BPOM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan lain-lain," tandas dia.
Tonton Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement