Liputan6.com, Brebes - Super Blue Blood Moon alias gerhana bulan yang bersamaan dengan bulan super disambut gegap gempita di berbagai daerah. Namun, tidak di pantai utara dan pantai selatan Jawa Tengah.
Warga pesisir pantai justru ketar-ketir. Pasalnya, gerhana Supermoon alias bulan super yang ditandai dengan titik orbit terdekat Bulan ke Bumi, diperkirakan bakal memicu kenaikan permukaan laut yang menyebabkan banjir rob.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Brebes dan Cilacap pun mewaspadai dampak fenomena Super Blue Blood Moon yang bakal terjadi pada Rabu petang hingga malam ini.
Baca Juga
Advertisement
Di Kabupaten Brebes, gerhana yang dibarengi supermoon memicu kenaikan permukaan air laut. Setidaknya, ada tujuh desa di empat kecamatan pesisir yang rawan tergenang akibat bencana banjir rob.
Biasanya, ketujuh desa ini memang biasa terkena banjir rob dengan ketinggian air mencapai 50 sentimeter.
"Ini ada sekitar tujuh desa yang selama ini terkena banjir rob dengan ketinggian air maksimal 50 sentimeter, paling tinggi," ucap Kepala Pelaksana Harian BPBD Brebes, Eko Andalas saat dihubungi lewat sambungan telepon, Rabu (31/1/2018).
Sebab itu, BPBD mendirikan posko di wilayah yang berpotensi terdampak banjir rob akibat Super Blue Blood Moon tersebut. BPBD juga mendirikan posko induk untuk koordinasi jika prediksi banjir rob benar-benar terjadi.
BPBD Brebes Siapkan Pengungsian dan Logistik
Eko menjelaskan, petugas yang berjaga di posko Pantura sedikitnya enam orang, sedangkan di posko induk sebanyak 10 orang. Petugas ini terus memantau ketinggian air laut di wilayah Pantura, mulai Rabu pagi hingga Kamis.
Posko pengungsian juga dipersiapkan jika banjir rob parah dan warga perlu diungsikan. BPBD juga mempersiapkan berbagai logistik untuk keperluan pengungsian.
"Kita ada Posko Pak. Ada Posko siaga bencana banjir, longsor, angin, termasuk di dalamnya, banjir rob," dia menjelaskan.
Wilayah pesisir selatan Jawa pun tak luput dari dampak Supermoon yang dapat memicu banjir rob di sepanjang pantai. Banjir rob terakhir akibat Supermoon terjadi pada 4 Desember 2017. Saat itu, banjir merendam desa di Kecamatan Cilacap selatan.
Advertisement
Peringatan Dini Banjir Rob untuk Pesisir Selatan Cilacap
Kepala Pelaksana Harian BPBD Cilacap, Tri Komara Sidhy mengklaim telah memberitahukan kemungkinan bencana banjir rob ke desa-desa yang terletak di pesisir selatan, mulai dari Teluk Penyu hingga Widarapayung.
Pemberitahuan itu dikirimkan ke desa-desa begitu BPBD menerima peringatan dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) soal kemungkinan banjir rob akibat supermoon.
"Pesisir pantai selatan mulai dari Teluk Penyu sampai Pantai Widarapayung, Mas. Jadi Pantai Teluk Penyu, Sodong, sampai Pantai Widarapayung harus diwaspadai," ucap Komara.
Di Cilacap, setidaknya ada tiga kecamatan yang rawan terkena banjir rob. Tiga kecamatan itu yakni, Cilacap Selatan, Adipala, dan Kecamatan Binangun.
Meski begitu, Komara meminta agar masyarakat tak panik meski ada kemungkinan banjir rob. "Ada desa siaga bencana di pesisir pantai. Jadi, diharapkan masyarakat memahami kondisi lingkungan," dia menerangkan.
Informasi di BMKG, sejak 27 Januari 2018, permukaan laut di pantai utara Jawa Tengah naik 120 sentimeter. Puncaknya diperkirakan akan terjadi pada Rabu malam saat terjadi gerhana bulan dengan ketinggian 150 sentimeter dari normal.
Kenaikan permukaan air laut hingga 150 sentimeter itu berpotensi menyebabkan banjir rob.
Kemenag Jember Berbagi Pengetahuan Gerhana Bulan
Fenomena gerhana bulan pada Rabu malam ini (14 Jumadil Awal 1439 Hijriah) mulai pukul 18.48 WIB hingga pukul 22.11 WIB, menjadi perhatian serius Kantor Kementerian Agama (Kemenag), Kabupaten Jember, Jawa Timur. Pasalnya, peristiwa langka yang terjadi 150 tahun lalu, Supermoon dan Blood Moon (Super Blue Blood Moon) kembali terulang.
Karena itu, tak kurang 500 orang dari keluarga besar Kemenag Jember, termasuk keluarga dari 31 Kantor Urusan Agama di Kabupaten Jember, dijadwalkan hadir di Kantor Kemenag Jember. Mereka hendak menyaksikan gerhana bulan dan salat Khusuful Qomari atau salat gerhana bulan berjemaah di Kantor Kemenag.
"Kami sudah mengundang seluruh keluarga besar Kemenag hingga pegawai KUA, Jumlah kisaran 500 orang," tutur penyelenggara Syariah Kantor Kemenag Jember, H Muhammad Muslim, kepada Liputan6.com.
Ia menjelaskan, selama ini masih ada sebagian warga yang percaya pada mitos, kehadiran gerhana bulan bisa membawa pengaruh buruk. Tak jarang, ada sebagian warga membunyikan kentongan, membangunkan orang sebagai tanda adanya ada gerhana bulan.
Bahkan, pohon-pohon digoyang-goyang supaya tidak mendapat pengaruh buruk dan agar buahnya lebat. Anak gadis yang sedang tidur dibangunkan dan diminta memakai makeup atau riasan wajah supaya segera mendapatkan jodoh.
Padahal, pekerjaan tersebut hanya mitos belaka, tidak ada dalam tuntunan dalam syariat Islam. "Yang ada masyarakat supaya diajak ke masjid atau musala, melaksanakan salat gerhana, banyak berzikir dan bersedekah," kata Ketua Tim Badan Hisab dan Rukyat (BHR) Kantor Kemenag Jember ini.
Karena itu, Kemenag Jember memberikan contoh langsung kepada warga Jember. Mereka yang hadir akan mendapatkan tiga manfaat sekaligus, yakni menyaksikan gerhana bulan bersama, salat gerhana di aula dan halaman Kantor Kemenag Jember, juga mendapatkan ilmu pengetahuan terkait gerhana.
Sebab, dalam kesempatan tersebut digelar pemaparan secara ilmiah tentang gerhana oleh anggota Tim Ahli Hisab dan Rukyat Kemenag Jember, yakni Ustaz Muhammad Izzuddin.
Advertisement
Beda Blood Moon, Blue Moon dan Supermoon
Penghujung Januari 2018 dipungkas peristiwa astronomi langka, yaitu purnama dan Gerhana Perige atau Super Blood Moon ditambah Blue Moon (Super Blue Blood Moon). Super Blue Blood Moon malam ini, terakhir terjadi di Indonesia, pada 30 Desember 1982.
Namun, apa perbedaan dari Blood Moon, Blue Moon, dan Supermoon? Berikut penjelasan Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB).
Istilah Blood Moon berasal dari penampakan Bulan yang kemerahan saat puncak gerhana. Sayangnya untuk istilah Blue Moon tidak mengacu pada penampakan gerhana berwarna biru.
Bulan dapat berwarna kebiruan jika atmosfer Bumi dipenuhi debu atau abu berukuran lebih dari 0,7 mikrometer yang dapat menghamburkan warna merah, seperti yang terjadi usai letusan Gunung Krakatau di tahun 1883.
Menurut Kepala Observatorium Bosscha ITB, Premana W Premadi, abu hasil letusan Gunung Krakatau itu menyebabkan bulan menjadi kebiruan selama beberapa tahun. Namun, belakangan ini, istilah Blue Moon lebih populer digunakan untuk menyebut bulan purnama kedua yang terjadi pada bulan yang sama.
Untuk diketahui, lamanya fase Bulan dari satu purnama ke purnama berikutnya adalah 29,53 hari. Sedangkan lamanya bulan Masehi bervariasi, mulai dari 28-29 hari di bulan Februari hingga 30 dan 31 hari di bulan lainnya.
"Sehingga dalam satu bulan, dapat terjadi dua kali purnama (kecuali di bulan Februari). Secara umum, sekitar 3 persen dari keseluruhan purnama terjadi saat Blue Moon," kata Premana W Premadi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (31/1/2018).
Premana menjelaskan, istilah Supermoon adalah penampakan bulan purnama yang sedikit lebih besar hingga 14 persen dan lebih terang hingga 30 persen ketimbang biasanya. Hal itu disebabkan orbit Bulan yang berupa elips, sehingga jarak bumi ke bulan tidak selalu sama.
Jarak terjauh Bulan dari Bumi adalah 406.700 Kilometer. Sedangkan jarak terdekatnya adalah 356.400 kilometer. Menurut Premana, purnama yang terjadi saat Bulan berada di titik terdekat disebut dengan Supermoon, sedangkan purnama yang terjadi saat titik terjauhnya disebut dengan Micromoon.
"Satu dari empat purnama merupakan Supermoon, sehingga Supermoon ini sebenarnya bukanlah kejadian langka," tuturnya.
Gerhana bulan total pada 31 Januari 2018 disebut-sebut sebagai kejadian langka karena terjadi saat Supermoon sekaligus Blue Moon. Secara rata-rata, peristiwa ini hanya terjadi 0,042 persen dari keseluruhan purnama atau hanya sekali dalam 2.380 kali purnama, setara dengan satu kali dalam 192 tahun.
Saksikan video pilihan berikut ini: