Kebijakan Ini Turunkan Waktu Bongkar Muat Jadi 2,9 Hari

Saat ini rata-rata waktu bongkar muat di Indonesia masih sebesar 3,9 hari.

oleh Septian Deny diperbarui 31 Jan 2018, 20:44 WIB
Pekerja melakukan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan JICT, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (25/10). Pemerintah melalui Bea Cukai telah menerapkan kebijakan Indonesia Single Risk Management (ISRM). (Liputan6.com/Immaniel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah mengubah mekanisme pengawasan sejumlah barang impor kategori larangan terbatas (lartas) dari sebelumnya di wilayah kepabeanan (border) seperti pelabuhan, menjadi di luar wilayah kepabeanan (post border). Kebijakan tersebut akan mulai berlaku pada 1 Februari 2018.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, salah satu tujuan dari kebijakan ini untuk menurunkan [waktu bongkar muat ]( 3210194 "")di pelabuhan (dwelling time).

Bila biasanya barang impor yang masuk kategori lartas diperiksa pada area pelabuhan oleh Bea Cukai, maka barang tersebut kini akan diperiksa di luar area pelabuhan, seperti di gudang milik importir barang tersebut.

Dengan demikian, lanjut dia, barang-barang impor tersebut tidak menumpuk di pelabuhan.‎ "Dampak dari ini dan akan kelihatan perkiraan kita dua minggu ini. Dua minggu lagi dampak dari kelancaran arus barang ini akan mengurangi dwelling time," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (31/1/2018).

‎Menurut Darmin, saat ini rata-rata waktu bongkar muat di Indonesia masih sebesar 3,9 hari. Dengan kebijakan ini, dwelling time di pelabuhan Indonesia bisa berkurang menjadi 2,8 hari-2,9 hari. "(Turun) Antara 0,9 hari sampai 1,1 hari," dia menuturkan.

Selain itu, dwelling time tersebut juga bisa dipantau langsung di sejumlah pelabuhan, seperti Tanjung Priok dan Tanjung Perak.

"Dua minggu dari sekarang INSW dan Bea Cukai itu akan menampilkan secara real time, dweling time di Tanjung Priok, ada bisa lihat kapan pun Anda datang ke sana, berapa dweling time kita hari ini. Dan itu bisa dilihat untuk Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan belawan, Pelabuhan Tanjung Emas, Pelabuhan Tanjung Perak, Pelabuhan Makassar. Dua Minggu dari sekarang anda perlu lagi bertanya-tanya berapa dwelling time bulan ini, itu akan ditampilkan secara real time dan online," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Ubah Pengawasan Impor Barang Dapat Tekan Dwelling Time

‎Pemerintah akan mengubah mekanisme pengawasan untuk sejumlah impor barang tertentu, dari sebelumnya di wilayah kepabeanan (border) menjadi di luar wilayah kepabeanan (post border). Kebijakan tersebut akan mulai diberlakukan pada 1 Februari 2018.

Direktur Teknis Kepabeanan Direktorat Jenderal Bea Cukai Fadjar Donny Tjahjadi mengatakan, ada sejumlah manfaat yang akan didapatkan dari perubahan mekanisme pengawasan ini. Salah satunya yaitu penurunan waktu tunggu bongkar muat di pelabuhan (dwelling time).

"Kalau digeser tentu ada pengurangan, sangat signifikan pastinya. Dengan adanya pergeseran ini, yang tadinya selesaikan di border maka harus menunggu kementerian/lembaga dan pegeseran ini enggak nunggu lagi," ujar dia di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Selasa (30/1/2018).

Selain itu, adanya kebijakan ini juga akan menghemat biaya yang harus dikeluarkan oleh importir. Sebab, dengan pengawasan yang dilakukan di wilayah kepabeanan seperti yang selama ini terjadi, importir harus menyewa gudang dan membayar biaya penumpukan agar barangnya bisa transit sambil menunggu pemeriksaan.

"Berdasarkan pengalaman di KPU Priok, strategi untuk menurunkan dwelling time adalah dengan tarif progresif. Penimbunan dikenakan progresif, hari pertama free, hari kedua 300 persen, hari kedua 600 persen dan seterusnya 900 persen. Dengan tarif progresif, importir didorong menyelesaikan kepabenan," jelas dia.

Terakhir, ada kebijakan ini juga diharapkan dapat memberikan kepastian bagi sektor industri akan dalam mendapatkan bahan baku impor.

"I‎ndustri punya kepastian penyediaan bahan baku, peralatan. Sudah jelas dengan post border maka penjadwalan barang-barang semakin pasti," ujar dia.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya