OPEC Patuh Pangkas Produksi, Harga Minyak Melonjak

OPEC patuh memangkas produksi minyak dan persediaan minyak AS meningkat pengaruhi gerak harga minyak.

oleh Agustina Melani diperbarui 01 Feb 2018, 06:00 WIB
Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Liputan6.com, New York - Harga minyak menguat ke level tertinggi usai sempat tertekan. Hal itu didorong pernyataan Departemen Energi Amerika Serikat (AS) soal pasokan minyak naik untuk pertama kali dalam tiga bulan.

Namun, katalis itu juga diimbangi permintaan kuat untuk bahan bakar dan produk lainnya serta OPEC memangkas produksi besar pada Januari 2018.

Berdasarkan survei Reuters, the Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan produsen minyak lainnya termasuk Rusia melanjutkan pemangkasan produksi. Anggota OPEC memangkas produksi sekitar 1,8 juta barel per hari hingga akhir 2018. Berdasarkan survei Reuters menunjukkan, anggota meraih sekitar 138 persen pemangkasan persediaan minyak.

Secara keseluruhan, penjualan minyak OPEC meningkat pada Januari dari level terendah dalam delapan bulan. Selain itu, produksi minyak di Venezuela juga turun tajam dengan ada krisis ekonomi.

Harga minyak Amerika Serikat (AS) naik 23 sen atau 0,4 persen ke posisi US$ 64,73 per barel usai sentuh level terendah US$ 63,92 per barel. Sementara itu, harga minyak Brent meningkat tiga persen ke posisi US$ 69,05 per barel. Harga minyak AS naik 7,7 persen sepanjang Januari dan catatkan performa terbaik sejak September 2017.

Persediaan minyak AS naik 6,8 juta per barel hingga akhir 26 Januari 2018. Analis menyatakan kalau aktivitas kilang berkurang sedangkan produksi minyak AS tetap naik.

Harga minyak sempat tergelincir usai penurunan stok gasoline atau bahan bakar sebanyak 2 juta barel. Hal ini menunjukkan permintaan naik di tengah aktivitas kilang terbatas.

"Persediaan gasoline rendah dikombinasikan dengan permintaan kuat ini juga dorong kenaikan harga minyak. Dolar AS tertekan juga positif untuk harga minyak," ujar Portfolio Manager Tortoise Rob Thummel.

Sementara itu, the US Energy Information Administration mengatakan kenaikan produksi minyak menjadi 9,92 juta barel per hari. Produksi minyak bakal sentuh 11 juta barel per hari pada 2019.

Pada pekan ini, ExxonMobil ingin dongkrak produksi minyak di Texas menjadi 600 ribu barel per hari.Adapun harga minyak meningkat membuat perusahaan energi menambah 12 rig minyak pada pekan lalu.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Harga Minyak Dunia Naik Bisa Picu Inflasi

Ilustrasi Tambang Minyak (iStock)

Sebelumnya, kenaikan harga minyak dunia bisa turut berdampak kepada angka inflasi. Kenaikan harga minyak dunia akan mendorong kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang akan berpengaruh kepada banyak harga lainnya.

Kepala Ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk Anton Hendranata menjelaskan, kenaikan harga minyak dunia akan berpengaruh kepada harga BBM. Menurutnya, kenaikan harga BBM ini akan berpengaruh kepada banyak hal seperti harga listrik, ongkos distribusi dan lainnya. Alhasil, harga barang pun akan juga naik sehingga mendorong angka inflasi.

Ia melanjutkan, angka inflasi bisa lebih tinggi lagi jika nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah. Anton memproyeksikan, nilai tukar rupiah pada tahun ini akan sedikit melemah dibanding 2017.

"Diperkirakan, nilai tukar rupiah di angka 13.575 per dolar AS, sedikit melemah dari yang sebelumnya 13.548 per dolar AS pada tahun lalu," jelasnya pada saat Media Workshop bertema Economy Outlook 2018 di Menara Bank Mega, Jakarta, Rabu (31/1/2018).

"Pelemahan nilai tukar tersebut tapi tidak separah pada tahun sebelumnya, di mana pada 2016 rupiah berada di angka 13.417 per dolar AS," tambah dia.

Akan tetapi, dia memberi catatan bahwa kenaikan inflasi masih terhitung kecil jika minyak dunia tidak mengalami lonjakan harga.

"Inflasi akan masih tetap di kisaran segitu dengan catatan, pemerintah tidak naikin (harga) bensin. Kalau umpamanya harga minyak dunia naik terus, saya enggak tahu caranya gimana," ucapnya.

"Kalau sampai dinaikin harga bensin, maka inflasi ini akan naik, bisa menekan harga beli, berisiko lagi. Biasanya kalau naikin harga bensin, Presiden bisa jadi tidak populer lagi," tambah Anton.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya