Liputan6.com, New York - Harga emas menguat ke level tertinggi yang dipengaruhi gerak dolar Amerika Serikat (AS) dan pertemuan bank sentral AS atau the Federal Reserve.
Harga emas untuk pengiriman April naik US$ 2,9 per ounce ke posisi US$ 1.343,30. Sementara itu, harga perak untuk pengiriman Maret menguat ke posisi US$ 17.26 per ounce. Demikian mengutip laman Kitco, Kamis (1/2/2018).
Hasil pertemuan bank sentral AS atau the Federal Reserve mempertahankan suku bunga. Hal ini sesuai harapan. Dalam pernyataan the Federal Reserve menyebutkan kalau, ekonomi AS makin kuat sehingga inflasi ada kemungkinan naik.
Baca Juga
Advertisement
Pasar cenderung netral terhadap pernyataan the Feeral Reserve tersebut. Adapun pertemuan the Federal Reserve dalam dua hari ini merupakan pertemuan terakhir the fedderal Reserve yang dipimpin oleh Janet Yellen.
Selain itu, faktor yang pengaruhi harga emas yaitu harga minyak berada di kisaran US$ 64,50 per barel. Rilis data ekonomi lainnya pengaruhi pasar yaitu rilis data ekonomi AS National Employment yang sebut data tenaga kerja bertambah 234 ribu pada Januari 2018. Angka ini melebihi perkiraan analis sekitar 190 ribu. Harga emas sempat tergelincir merespons laporan tersebut, tetapi kemudian kemabli naik.
Pada pekan ini, pelaku pasar menanti data tenaga kerja bulanan Amerika Serikat yang disampaikan Departemen Tenaga Kerja. Diperkirakan data tenaga kerja bertambah 177 ribu.
Selain itu, secara teknikal, harga emas ditutup dekati level terendah. Akan tetapi harga emas dapat kembali naik lebih tinggi dalam jangka pendek. Harga emas diperkirakan naik dalam jangka pendek jika mampu tutup di atas level resistance US$ 1.370. Harga emas berada di level terendah US$ 1.320 dan resistance di kisaran US$ 1.339 dan US$ 1.350.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
The Fed Pertahankan Suku Bunga
Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) mempertahankan suku bunga pada pertemuan awal 2018 ini. Akan tetapi, the Fed menyatakan inflasi bakal naik pada 2018.
Hal ini juga menunjukkan kalau suku bunga the Fed berpotensi naik pada Maret di bawah pimpinan the Fed yang baru Jerome Powell. Pada pertemuan awal 2018, suku bunga the Fed tetap di 1,25 persen-1,5 persen.
Dengan kenaikan solid dalam data tenaga kerja, pengeluaran rumah tangga dan investasi, the Fed memperkirakan ekonomi tumbuh dalam kecepatan moderat. Pasar tenaga kerja pun akan tetap kuat pada 2018.
"Inflasi akan meningkat pada 2018, dan untuk menstabilkan target the Fed dua persen dalam jangka pendek," tulis pernyataan bank sentral yang berada di bawah pimpinan Janet Yellen.
The Fed juga mengatakan kalau memilih Jerome Powell untuk menggantikan Janet Yellen yang efektif pada 3 Februari. Powell telah bekerja sama dengan Yellen dalam beberapa tahun terakhir. Powell dinominasikan oleh Donald Trump dan dikonfirmasi oleh Senat AS.
Powell diharapkan tidak ubah kebijakan yang dipegang Yellen. Janet Yellen mempelopori mengangkat suku bunga dari nol di tengah ekonomi pulih dan memacu pertumbuhan lapangan kerja usai resesi 2007-2009.
The Fed membuat kebijakan mempertimbangkan ekonomi AS meningkat dan tingkat pengangguran turun ke level terendah dalam 17 tahun di kisaran 4,1 persen. Akan tetapi, the Fed menegaskan kalau kenaikan suku bunga secara bertahap masih diperlukan.
"The Fed membuka peluang kenaikan suku bunga pada Maret tetapi sudah selesai," ujar Bruce Bittles, Chief Investment Strategist Robert W.Baird and Co seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (1/2/2018).
Usai rilis the Fed pertahankan suku bunga, bursa saham AS sedikit menguat. Pelaku pasar terus bertaruh kalau the Fed menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali pada 2018.
Diperkirakan the Fed menaikkan suku bunga pada pertemuan berikut pada Maret 2018. The Fed telah menaikkan suku bunga sebanyak tiga kali pada 2017. Selain itu, the Fed juga akan memangkas neraca pada jadwal yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kenaikan suku bunga ini juga akan bergantung pada kenaikan inflasi yang terus berlanjut. The Fed juga mencatat kalau inflasi ada kenaikan dalam beberapa bulan terakhir tetapi masih rendah. Ada pun pernyataan the Fed belum membahas kemungkinan dampak perbaikan pajak oleh Presiden AS Donald Trump terhadap pertumbuhan ekonomi.
Advertisement