Liputan6.com, Washington D.C. - Pemerintahan Donald Trump telah memperpanjang program kemanusiaan Status Pelindung Sementara--atau Temporary Protected Status--(TPS) untuk 7.000 warga Suriah yang tinggal di Amerika Serikat.
Tindakannya ini dimaksudkan agar orang-orang Suriah terlindungi dari deportasi. Akan tetapi, ekstensi ini tidak berlaku bagi pendatang baru dari negara yang dilanda konflik tersebut.
Advertisement
Bagi warga negara Suriah yang sudah menetap dan bekerja di Negeri Paman Sam, TPS akan diperpanjang selama 18 bulan.
Namun, orang-orang Suriah yang memasuki Amerika Serikat setelah Agustus 2016 tidak akan mendapatkan benefit dari program tersebut sama sekali.
"Sudah jelas bahwa kondisi Suriah tidak memungkinkan warganya kembali ke negara asal, sehingga perpanjangan TPS perlu dilakukan, tentunya berdasarkan undang-undang yang berlaku di Amerika Serikat," tutur Menteri Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat (DHS), Kirstjen Nielsen, melalui sebuah pernyataan seperti dikutip dari BBC, Rabu (31/1/2018).
"Kami akan terus menentukan status TPS masing-masing negara berdasarkan negara yang ditinggali mereka (Suriah)," ucapnya.
Sejarah TPS
Dibuat pada 1990, TPS memungkinkan imigran dari negara-negara konflik untuk tinggal dan bekerja secara sah di Amerika Serikat.
TPS digunakan oleh ratusan ribu orang dari 10 negara terpilih yang terkena dampak bencana alam atau perang sipil.
Donald Trump telah memutuskan untuk mengakhiri TPS bagi warga Suriah di negaranya per tanggal 31 Maret 2018. Namun tampaknya, keputusan itu harus diubah lagi.
Ia juga membatalkan program TPS untuk imigran dari El Salvador, Haiti, dan Nikaragua dalam beberapa bulan terakhir.
Akan tetapi, awal bulan ini DHS mengumumkan akan mengakhiri status TPS untuk 262.500 warga El Salvador dengan masa penundaan 18 bulan.
Sedangkan TPS untuk orang-orang Haiti dan Nikaragua akan berakhir pada 2019, sebagaimana diumumkan pemerintah pada bulan November 2017.
Advertisement