Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berkomitmen menyerap 2,2 juta ton gabah petani hingga Juni 2018. Untuk menyerap gabah petani tersebut, pemerintah telah menugaskan Perum Bulog.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, sebenarnya ada tiga komoditas yang akan diserap oleh Bulog sebagai penugasan dari pemerintah. Tiga komoditas tersebut yaitu beras, bawang merah dan jagung.
"Kita sepakat intinya bagaimana menyerap produksi pertanian, khususnya bawang saat ini harganya jatuh, kemudian jagung juga jatuh ini juga harus diserap, kemudian beras. Tiga-tiganya diserap, kita sepakat serahkan bagaimana kita dorong Bulog," ujar dia di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (1/2/2018).
Baca Juga
Advertisement
Untuk beras, lanjut Amran, pemerintah akan memerintahkan Bulog untuk menyerap sebanyak 2,2 juta ton gabah petani. Hal tersebut merupakan kesepakatan pemerintah dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas) di Kementerian Koordanasi Bidang Perekonomian.
"Komitmen kita adalah mulai Januari-Juni itu menyerap 2,2 juta ton oleh Bulog. Itu kesepakatan di Rakortas. Ini kita kerja bersama kita dengan Kementerian Pertanian, Kementerian BUMN dan Kementerian Perdagangan," kata dia.
Dalam menyerap gabah tersebut, pemerintah memberikan empat skema harga yang bisa diterapkan oleh Bulog dalam membeli gabah petani. Empat skema tersebut yaitu untuk gabah di bawah kualitas dengan kadar air lebih dari 30 persen akan dibeli dengan harga di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Rp 3.700 per kg.
Kemudian gabah dengan kualitas standar yang akan dibeli dengan harga sesuai HPP, gabah yang dibeli dengan harga 10 persen di atas HPP dan gabah kualitas komersil yang akan diolah menjadi beras premium dengan harga yang tinggi.
"Yang di luar kualitas, kadar air 30 persen, itu di luar kualitas biasanya (standar kadar air 25 persen), kita sepakati diserap. Yang kedua di atas HPP ada namanya, itu 10 persen. Kalau di atasnya lagi, komersil juga dibeli. Jadi ada empat," jelas dia.
Dengan ada empat skema harga ini diharapkan petani tak khawatir jika gabah yang kualitasnya rendah tidak terserap.
"Jadi kualitas di bawah kadar airnya musim hujan, itu dibeli dengan harga kualitas. Kemudian di atas HPP, kemudian komersil di atas lagi, itu premium dan seterusnya dibeli. Jadi enggak ada celah (gabah petani tidak diserap). Presiden, pemerintah ini melindungi petani," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Impor Beras Bikin Harga Gabah Petani Anjlok?
Sebelumnya, Pemerintah berencana membuka keran impor beras khusus untuk menurunkan harga beras yang tengah melambung. Namun, langkah impor ini dinilai justru akan membuat petani semakin menderita.
Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, sebenarnya gejala kenaikan harga beras sudah terasa sejak November 2017. Namun sayangnya, pemerintah tidak memiliki persiapan untuk mengantisipasi hal tersebut.
"Sebenarnya gejala kenaikan harga beras sudah lama terlihat sejak bulan November, tapi persiapan kurang," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Jumat (12/1/2018).
Dengan baru dibukanya keran impor saat ini, dia memperkirakan akan berdampak pada anjloknya harga beras petani saat musim panen mendatang. Sebab, pada Februari-Maret mendatang akan ada panen raya di dalam negeri.
"Imbasnya kalau impor beras jelas akan merugikan petani. Sekarang di beberapa daerah mulai masa tanam, tapi pasar nanti diguyur beras impor. Mana ada petani yang mau tanam padi? Harga gabah dalam 3 bulan ke depan pasti jatuh di saat petani panen," kata dia.
Menurut Bhima, jika mengutip data Kementerian Pertanian (Kementan), pada Maret 2018 produksi padi diprediksi kembali meningkat sebesar 11,9 juta ton gabah kering giling (GKG) dengan ketersediaan beras sebanyak 7,47 juta ton, sementara konsumsi hanya sebesar 2,5 juta ton.
Dari jumlah tersebut terdiri dari lahan panen di Jawa Barat seluas 222.186 hektare, Jawa Tengah 335.723 hektare, Jawa Timur 237.626 hektare, dan provinsi lainnya 842.856 hektare, sehingga total luas wilayah panen mencapai 1.638.391 hektare.
"Artinya surplus 4,971 ton. Itu data Kementan semua. Kalau surplus kenapa harus impor. Padahal bulan Maret nanti produksi beras prediksi Kementan mencapai puncaknya," tandas dia.
Advertisement