Liputan6.com, Jakarta - Presiden Filipina Rodrigo Duterte sudah beberapa kali menyampaikan tawaran agar pasukan TNI ikut membantu memburu teroris di wilayah Filipina. Namun, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan Indonesia masih menunggu penjelasan rinci tentang hal itu sebelum menindaklanjutinya.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I Bidang Pertahanan dan Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Rabu, 31 Januari 2018, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menjelaskan Presiden Filipina Rodrigo Duterte sudah beberapa kali menyampaikan tawaran agar pasukan TNI ikut membantu memburu teroris di wilayah Filipina.
Duterte menyampaikan tawaran serupa terakhir kali pada pertemuan Commemorative ASEAN-India.
Baca Juga
Advertisement
Retno menekankan setiap kali Duterte menyampaikan tawaran tersebut, Indonesia selalu berusaha meminta rincian lebih lanjut, tetapi hingga kini pemerintah Filipina belum memberikan rincian apapun. Demikian seperti dikutip dari VOA (1/2/2018).
"Kalau kemudian masuk ke wilayah teritorial (Filipina), apalagi masuk ke wilayah darat mereka, saya kira kita menunggu penjelasan lebih detail dari Filipina," kata Retno.
"Pertanyaannya adalah kenapa memerlukan waktu yang lama? Karena prioritas kita adalah keselamatan sandera kita," kata Retno, menanggapi pertanyaan dari Supiadin Aries Saputra, anggota Komisi I dari Fraksi Partai Nasional Demokrat.
Sebanyak 32 warga Indonesia disandera kelompok teroris Abu Sayyaf dalam beberapa insiden pembajakan terpisah, dan 29 diantaranya telah dibebaskan. Namun, tiga orang lainnya belum dibebaskan, dan diduga kuat berada di Filipina selatan.
Saksikan video pilihan berikut ini:
TNI Bisa Masuk ke Filipina untuk Buru Teroris?
Harian Filipina Inquirer 27 Januari lalu melaporkan bahwa Presiden Rodrigo Duterte secara resmi mengizinkan tentara Indonesia dan Malaysia memasuki wilayah Filipina untuk memburu teroris selama memberitahukan kegiatan itu kepada Angkatan Bersenjata Filipina.
Duterte menambahkan ia telah memberitahu Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Najib Razak bahwa pasukan dari kedua negara tersebut bebas untuk mengejar teroris di wilayah Filipina. Keputusan ini dibuat karena Duterte sudah kehilangan kesabaran melihat aksi kekerasan kelompok Abu Sayyaf.
Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia Ridlwan Habib mengatakan keterlibatan militer ke negara lain membutuhkan keputusan politik presiden. Bila tawaran dari Presiden Duterte diproses lebih lanjut, mekanismenya pun harus jelas, apakah menggunakan traktat (treaty) atau perjanjian (agreement). Hal itu untuk mencegah pelanggaran terhadap traktat internasional yang berlaku dimana militer sebuah negara tidak boleh beroperasi di negara lain.
"Itu ada konvensi PBB, Indonesia juga sudah meratifikasinya. Walaupun bisa saja dengan clearance seperti ini bisa disebut sebagai bagian dari kerja sama antar negara bilateral agreement jadi payungnya adalah kerja sama militer, bukan operasi militer," kata Ridwan.
Ridlwan meminta semua pihak benar-benar mempertimbangkan pelibatan ini karena ia khawatir pelibatan TNI secara formal di Filipina justru menambah semangat para teroris menjadikan Indonesia sebagai lawan karena telah memerangi mereka.
Ridlwan menambahkan apabila pelibatan TNI di Filipina tetap dilakukan, yang menjadi konteks utama adalah untuk melindungi warga negara Indonesia di luar negeri, dalam hal ini Filipina dan juga untuk ikut membantu menstabilkan keamanan kawasan.
Advertisement