Kisah Teroris Temanggung, Dikangeni Hingga Beristri Tiga

Agung sangat baik dan sayang kepada keponakannya, ia sering dikangeni. Sedangkan Sidik beristri tiga dengan masing-masing diberi satu rumah.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 02 Feb 2018, 09:10 WIB
Polisi berjaga di depan lokasi penggerebekan di Temanggung. (foto: liputan6.com/ edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Semarang Penggrebekan teroris di Temanggung, Kamis (1/2/2018) menyisakan kisah. Dalam penggerebekan dan penangkapan yang sangat cepat itu, ada tiga orang yang ditangkap.

Menurut Sekretaris Desa Bengkal, Gunadi, ruko yang menjadi TKP itu memang milik Ansor (59), warga Dusun Bengkal Kidul. Ansor selama ini tinggal di Jakarta. Ruko itu dikontrak oleh Ahmad Yusuf (30), warga Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas.

"Kami hanya diminta menyaksikan, bahwa penangkapan itu berlangsung baik. Juga menyaksikan ada beberapa flashdisk dan buku-buku yang dibawa polisi," kata Gunadi.

Barang bukti yang dibawa polisi berupa dua ponsel, sebuah dompet, lima buku, uang tunai Rp 28,3 juta, dua ATM Bank Mandiri. Selain itu ada sejumlah karu identitas, masing-masing KTP milik Ageng Nugroho, SIM B2 milik Ageng Nugroho, KTP milik Ahmad Yusuf, KTP milik Guruh Bintoro, dan SIM C milik Luki Indragandi.

Sosok Agung Nugroho ini memang tidak pernah bermasalah dengan para tetangga. Ia hanya sesekali berinteraksi. Ruko itu dikontrak pada pertengahan 2017. Namun toko itu baru dibuka empat bulan terakhir. Tak ada tanda-tanda ruko itu menjadi markas kegiatan teroris.

"Ada yang tidur di ruko itu kok. Kayaknya penjaga toko," kata Jono, salah satu warga.

Kapolres Temanggung AKBP Wiyono Eko Prasetyo menjelaskan bahwa Polres Temanggung hanya diminta membantu kegiatan Densus 88, dengan cara mensterilkan TKP dan menutup arus lalu lintas.

”Kami hanya membantu. Kami fokus pada kenyamanan warga, sehingga lalu lintas Jalan Raya Secang-Temanggung kami alihkan, dan lokasi penggerebekan teroris ini betul-betul steril,” kata Kapolres.

 


Dikangeni

Polisi dari Polres Temanggung, hanya bertugas mengamankan lokasi dan membantu kelancaran penangkapan. (foto: Liputan6.com/ edhie prayitno ige)

Agung Nugroho sudah setahun meninggalkan rumahnya di RT 4 RW 5 desa Binorong Banjarnegara. Ia tak pernah pulang sejak kedua orang tuanya meninggal dunia. Rumah yang selama ini ditempati Agung di Banjarnegara sendiri kondisinya kosong.

Menurut Hadiono, Ketua RT 4 RW 5 Desa Binorong, rumah itu kadang ditempati anak-anak dari kakak Agung. Di desanya, Agung dikenal sangat pendiam.

"Saat pergi pamitnya mengikuti kursus di Jakarta untuk persiapan bekerja di Jepang," kata Hadiono.

Selama Agung tak pulang, para tetangganya banyak yang mempertanyakan keberadaannya. Mereka khawatir dengan kondisi Agung yang tanpa kabar. Informasi bahwa Agung ditangkap karena diduga terlibat jaringan teroris itu, mengagetkan sekaligus melegakan.

Agung sendiri dalam kepulangannya terakhir menunjukkan perubahan sikap. Ia bahkan meminta keponakannya agar tak berangkat sekolah pada hari senin.

"Kalau Senin kan ada upacara dan harus hormat pada bendera," kata Puji, salah satu kerabat Agung.

Perubahan sikap ini tak disadari sebagai perubahan orientasi dalam hidup Agung. Sebab selama ini Agung sangat baik dan sayang terhadap keponakannya. Kadang sang keponakan juga mengaku kangen dengan Agung.

 

 

 


Beristri Tiga

Barang bukti yang disita dalam penggrebekan teroris di Temanggung. (foto: Liputan6.com/edhie prayitno ige)

Sementara itu selain menangkap Agung, Densus 88 juga menangkap Sidik, warga Kelurahan Karangpucung RT 3 RW11, Kecamatan Purwokerto Selatan. Penangkapan dilakukan di Jalan Kertawibawa, Kecamatan Karanglewas, Banyumas.

Dalam kesehariannya, Sidik adalah pedagang kelontong. Ia ditangkap bersama Slamet, karyawannya. Slamet adalah warga Desa Pasir Wetan, Kecamatan Karanglewas. Usai ditangkap, rumah Sidik juga digeledah.

Sidik memiliki tiga rumah, masing-masing di Grumbul Suka Damai, Desa Pasir Wetan RT 1 RW 3, Kecamatan Karanglewas, kemudian di Grumbul Tambak Batu, Kelurahan Karangpucung RT 3 RW 8, Purwokerto Selatan, dan yang ketiga di Karangpucung sesuai alamat pada KTP-nya. Ia memiliki tiga istri yang masingmasing tinggal di tiga rumah tersebut.Kapolres Banyumas AKBP Bambang Yudhantara Salamun mengatakan, di rumah pertama polisi menyita buku-buku, flashdisk, dan dokumen-dokumen lain. Namun tak ada bahan peledak.

Sidik diduga menyembunyikan dan memberi fasilitas kepada Agung Nugroho yang merupakan DPO kasus penyelundupan senjata dari Filipina. Sidik juga diduga memfasiltasi dan mendanai kelompok Agung Nugroho untuk berangkat ke negara tetangga di utara Sulawesi itu.

”Adapun peran Slamet, karyawan Sidik belum diketahui. Informasi awal, mereka satu komunitas,” kata Bambang.

Rumah Sidik di Desa Pasir Wetan sering dijadikan tempat pengajian. Rumah itu ditempati Sidik bersama istri dan anaknya sejak sekitar dua tahun lalu. Menurut Ali Samhadi, perangkat desa Pasir Wetan, pengajian di rumah Sidik pernah ia bubarkan.

"Dengan bantuan warga, kami bubarkan. Di sini warga sangat sensitif dengan hal-hal seperti itu, kalau ada kegiatan yang mencurigakan, diamati,” kata Ali Samhadi.

Dalam pengajian di rumah Sidik, sering diisi ceramah tentang jihad. Ali mengaku saat itu dirinya sempat melapor ke polisi dan TNI. Sidik dikenal tertutup dan jarang berinteraksi dengan warga sekitar. Ia biasanya pergi pada pagi dan pulang malam hari.

”Nggak pernah ikut kegiatan di RT. Kalau pergi pakai mobil, kadang-kadang sepeda motor,” kata Ali.

Sementara itu di rumah lainnya, desa Grumbul, Tambak Batu, Sidik tinggal bersama istri pertamanya. Rumah berukuran besar tersebut sekaligus digunakan untuk gudang barang dagangan, seperti mainan anak-anak dan alas kaki.

Sidik tinggal di desa grumbul, sejak lima tahun yang lalu. karena istrinya tiga dan tinggal terpisah, maka Sidik memang sulit diketahui keberadaannya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya