Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, perubahan nama Jalan Buncit Raya dan Mampang Raya menjadi Jalan AH Nasution tidak bisa dilakukan terburu-buru.
Sebab, perubahan nama jalan sudah diatur dalam Keputusan Gubernur Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Pedoman Penetapan Nama Jalan, Tanah, dan Bangunan Umum di DKI Jakarta.
Advertisement
Penamaan sebuah jalan pun, ucap Anies, tidak bisa hanya mengikuti Pemprov DKI saja. Nama sebuah jalan harus mencerminkan dan melibatkan warga yang tinggal di kawasan tersebut.
"Nama sebuah tempat harus mencerminkan warganya, bukan sekadar maunya pemerintah," ujar Anies di RSIA Budi Kemuliaan, Jakarta Pusat, Jumat (2/2/2018).
"Jadi tidak ada perubahan dengan sekonyong-konyong tanpa proses," dia melanjutkan.
Karena itu, Anies berencana merevisi Keputusan Gubernur itu, agar perubahan nama jalan dapat melibatkan masyarakat.
"Sehingga kota ini menjadi milik semuanya," kata Anies.
Diusulkan Ikatan Keluarga Nasution
Pernyataan Anies ini sekaligus memperlihatkan bahwa perubahan nama Jalan Buncit Raya dan Mampang Raya menjadi Jalan AH Nasution, kemungkinan tidak dilakukan dalam waktu dekat.
Sebelumnya perubahan nama jalan itu diusulkan oleh Ikatan Keluarga Nasution. Rencananya nama Jalan AH Nasution mulai disematkan di terusan Jalan HR Rasuna Said (underpass Mampang) yang meliputi Jalan Mampang Prapatan, Warung Jati Barat, sampai perbatasan Jalan TB Simatupang.
Pemerintah Kota Jakarta Selatan pun menindaklanjutinya dengan melakukan sosialisasi. Namun, Anies menghentikan semua proses perubahan nama jalan itu hingga ada revisi Kepgub 28 Tahun 1999.
Advertisement
Ditolak Masyarakat Betawi
Sebelumnya, rencana perubahan nama Jalan Warung Buncit menjadi Jalan Jenderal Besar Dr AH Nasution mendapat penolakan dari perkumpulan masyarakat Betawi. Mereka menilai keputusan itu tanpa melalui musyawarah.
Peneliti kebudayaan Betawi, Yahya Andi Saputra, meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov DKI) untuk tidak bertindak semaunya sendiri. Kalaupun harus ada pergantian nama Jalan Warung Buncit, katanya, harus melalui prosedur yang ada.
"Kita orang sini berharap jangan sembarang mengganti nama itu. Kalaupun diganti, harus melibatkan banyak orang, termasuk kita-kita. Kalau menggantikan sembarangan, berarti enggak memahami soal, apa nama jalan itu dan kearifan lokal," kata Yahya saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Rabu (31/1/2018).
Dia menuturkan, informasi tentang pergantian nama tersebut diketahuinya pada spanduk yang tertempel di sebuah jalan. Yahya menyayangkan Pemprov DKI tidak melibatkan pihak terkait saat memutuskan hal tersebut.
"Belum ada (komunikasi). Lihatnya di spanduk, kok aneh. Kok, tiba-tiba ada begitu. Rencana itu tentu pasti melibatkan masyarakat sekitar," ujar dia.
Atas rencana tersebut, ia bersama teman-temannya berencana mengajukan protes untuk menolak rencana tersebut. Sikap itu akan dituangkan dalam petisi penolakan perubahan nama jalan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: