Mendagri Prihatin Banyak Kepala Daerah Korupsi karena Bahas APBD

Dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, ruang bernegosiasi telah diminimalisasi.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 03 Feb 2018, 08:14 WIB
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo saat memimpin mengikuti rapat koordinasi di Kemenhub, Jakarta, Selasa (30/1). Rapat membahas Persiapan Penyelenggaraan Angkutan Lebaran Terpadu Tahun 2018. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo prihatin masih banyak kepala daerah yang terjerat kasus suap dan korupsi hanya untuk mendapat kesepakatan antara DPRD dan kepala daerah terkait pembahasan APBD.

"Sangat memprihatikan. Sebagai Mendagri saya sedih," ucap Tjahjo di Jakarta, Jumat 2 Februari 2018.

Dia menuturkan, dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, ruang bernegosiasi tersebut telah diminimalisasi. Hal ini dilakukan agar tak ada lagi suap dan korupsi.

"Ruang-ruang yang berpotensi untuk dilakukan negoisasi telah diminimalisasi. Jadi, tidak lagi menjadi area rawan korupsi," jelas Tjahjo.

Tjahjo yakin anggota DPRD dan kepala daerah sudah mengetahui hal itu, tapi masih saja tetap terjadi.

"Saya sebagai Mendagri sangat meyakini area rawan korupsi terkait perencanaan anggaran, khususnya, sudah dipahami oleh kepala daerah dan DPRD," pungkas Tjahjo.


Hati-Hati soal APBD

Gubernur Jambi, Zumi Zola (kiri) bersiap meninggalkan gedung KPK usai memberi keterangan, Jakarta, Senin (22/1). Zumi Zola dimintai keterangan terkait penyelidikan baru terkait kasus dugaan suap dana APBD Provinsi Jambi. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Belajar dari kasus yang menjerat Zumi Zola, Wali Kota Bogor Bima Arya mengaku setiap ada pemohon yang pengajuan perizinan maupun pengesahan permohonan dana APBD selalu berhati-hati dan teliti.

Jangan sampai semua itu sebuah jebakan yang dapat merugikan lembaga maupun institusi pemerintah.

"Setiap tanda tangan saya betul hati-hati, teliti betul. Ada tim yang memeriksanya terlebih dulu. Kalau aman baru saya tanda tangani, kalau ragu saya panggil lagi staf," ujar Bima.

Untuk mencegah kasus serupa terjadi di Kota Bogor, kata Bima, ke depan seluruh transaksi dilakukan secara nontunai sehingga tersistem dan terencana.

"Jadi dengan dewan tidak ada persoalan yang melawan hukum, karena semuanya tersistim dan terencana," pungkas Bima.

Saksikan video di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya