Liputan6.com, Jakarta Terpidana sejumlah kasus korupsi, Muhammad Nazaruddin diajukan Lapas Sukamiskin Bandung mendapatkan asimiliasi dalam rangka program pembebasan bersyarat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku belum menerima surat dari Ditjen Permasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Ditjen PAS Kemenkumham).
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, proses asimilasi merupakan kewenangan Kementerian Hukum dan HAM, khususnya Ditjen PAS. Namun, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 memang disebutkan bahwa proses asimilasi itu mewajibkan agar meminta pertimbangan atau rekomendasi dari penegak hukum yang menangani dalam hal ini KPK.
Advertisement
"Karena itu, kalau nanti ada surat yang disampaikan ke KPK tentu kami akan sampaikan secara normatif fakta-fakta yang ada misalnya, kami bisa sampaikan yang bersangkutan itu divonis untuk kasus apa saja kemudian apakah sudah membayar denda, membayar uang pengganti atau belum," jelas Febri saat dikonfirmasi, Sabtu (3/2/2018).
Dia menjelaskan, nantinya KPK bisa memberikan rekomendasi yang isinya berkaitan dengan fakta hukum yang dilewati oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu. Dalam rekomendasi, KPK akan memaparkan sikap Nazaruddin selama menjalani proses hukum serta tetkait pengembalian kerugian keuangan negara.
"Misalnya, proses hukum (Nazaruddin) bagaimana. Apakah nama yang ditanya membantu atau berkontribusi dalam pengungkapan perkara atau tidak," ucap Febri.
Pemberian asimilasi dan pembebasan bersyarat diatur secara eksplisit dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Tata Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Sesuai dengan Pasal 38A PP Nomor 99 tahun 2012, asimilasi dilakukan dalam bentuk kerja sosial. Dengan demikian, Nazaruddin bakal melakukan kerja sosial selama asimilasi dalam rangka program pembebasan bersyarat.
Kasus Nazaruddin
Nazaruddin divonis terlibat dalam kasus suap wisma atlet SEA Games 2011 yang melibatkan mantan Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI) Mohammad El Idris. Mantan Anggota DPR itu terbukti menerima suap sebesar Rp 4,6 miliar dari Idris.
Dalam kasus tersebut, Nazaruddin divonis 4 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp 200 juta. Mahkamah Agung kemudian memperberat hukuman Nazaruddin, dari 4 tahun 10 bulan penjara dan denda Rp 200 juta menjadi 7 tahun penjara dan Rp 300 juta.
Hal tersebut lantaran Nazaruddin terbukti memiliki andil membuat PT DGI menang lelang proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games 2011 dan Gedung Serba Guna Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, di Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Kasus kedua yang menjerat Nazaruddin adalah kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang. Dalam kasus ini, dia divonis 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan penjara.
Nazaruddin terbukti menerima gratifikasi dari PT DGI dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek di bidang pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya mencapai Rp 40,37 miliar.
Advertisement