Nelayan Cantrang Kerap Manipulasi Surat Izin Penangkapan Ikan

Nelayan non-cantrang menyayangkan sikap pemerintah yang mudah diubah hanya karena adanya demo besar-besaran.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 03 Feb 2018, 15:15 WIB
Ribuan nelayan tradisional beristirahat saat unjuk rasa menolak larangan penggunaan cantrang di depan Istana Negara, Jakarta Pusat, Rabu (17/1). Penggunaan cantrang dilarang karena sistem kerjanya mengeruk dari dasar laut. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Polemik penggunaan cantrang sebagai alat tangkap ikan tidak hanya menjadi persoalan bagi pemerintah, khususnya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Hal tersebut juga dipermasalahkan oleh para nelayan tradisional di wilayah Pantai Utara Jawa (Pantura), yang menilai cantrang juga merugikan mereka.

Warnadi (46), Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kabupaten Tegal yang juga nelayan gillnet mengatakan, penggunaan cantrang memang sudah terbukti tidak ramah lingkungan.

"Para ahli sendiri yang ngomong kalau laut rusak. Mereka (nelayan cantrang) tangkap ikan, dari muka sampai belakang, alatnya betul-betul hebat. Kalau sudah dapat, ikan-ikan kecil dengan nilai ekonomis rendah di buang (ke laut). Laut Jawa sudah over fishing akibat kapal cantrang," tukasnya di Tegal, seperti dikutip Sabtu (2/2/2018).

Dia kemudian turut memaparkan pengamatannya terkait aturan pemerintah yang memperbolehkan kapal cantrang berukuran di bawah 30 GT (Gross Tonnage) untuk kembali berlayar.

"Tapi faktanya, kapal-kapal yang KKP periksa itu besar-besar. Yakin itu di bawah 30 GT? Bisa saja faktanya 70 GT. Itu namanya manipulasi surat," gerutu dia.

Pria tersebut mengungkapkan, nelayan cantrang yang kerap kedapatan memanipulasi Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) juga berisiko akan terjadinya kasus pengemplangan pajak hingga pengambilan hak subsidi Solar.

"Katakan saja, ada pemilik kapal cantrang 70 GT yang ngaku 30 GT. Kalau mereka manipulasi data seperti itu, mereka juga bohong tentang pajak," ujarnya.

"Ambil contoh, kapalnya 90 GT, bilangnya 30 GT. Berarti mereka tidak bayar pajak yang 60 GT, kan? Artinya ada pelanggaran hukum serius, Pasal 263 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) itu. Selain itu, mereka juga telah mengambil hak subsidi solar jadinya," tambah Warnadi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 


Protes Keras

Kapal penangkap ikan nelayan Tegal jawa Tengah, Jumat (2/2/2018). (Maul/Liputan6.com)

Selanjutnya, dia mempertanyakan reaksi pemerintah terkait melunaknya aturan yang mereka buat. Ia menyayangkan sikap pemerintah yang mudah diubah hanya karena adanya demo besar-besaran.

"Apakah negara kita sudah jadi negara demo, demi diperhatikan pemerintah? Kita sebagai nelayan yang taat aturan jujur kecewa. Kalau memang itu yang pemerintah mau, kita siap demo," gertaknya.

Warnadi juga mengeluhkan perihal ungkapan tidak ada penangkapan untuk kapal cantrang, yang dianggapnya seolah mengkhususkan posisi cantrang.

"Kalau mereka buat pelanggaran, dibiarkan? Di sisi lain, selain cantrang, yang melanggar dilakukan penangkapan. Gila enggak? Di mana sisi keadilan? Kalau bilang tidak ada penangkapan kapal di laut, selesai," gerutu dia.

Ia menambahkan, akan ada pertemuan nelayan beralat tangkap cumi di Kabupaten Tegal pada 25 Februari nanti, untuk mendiskusikan langkah apa yang harus mereka perbuat ke depannya terkait aturan pemerintah tentang alat tangkap ikan saat ini.

"Kalau mau banyak-banyakan, sebenarnya lebih banyak nelayan non-cantrang. Di Kabupaten Tegal saja, semuanya adalah nelayan non-cantrang, dan kita mau pemerintah memperhatikan nelayan tradisional seperti kita juga," pungkasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya