Liputan6.com, Jayapura - Olina Doga, perempuan 34 tahun tewas dikeroyok keluarganya sendiri. Pemukulan dengan kayu dan pengeroyokan yang dilakukan terhadap Olina bukan tanpa alasan.
Olina yang menderita gangguan jiwa, secara membabi buta menyerang dan menikam empat orang sekaligus pada Sabtu, 3 Februari 2018. Dua orang korban di antaranya meninggal di tempat akibat penikaman yang dilakukan Olina dengan pisau dapur.
Kedua korban meninggal adalah Demina Daby, perempuan 20 tahun dan Markus Logo, anak laki-laki berusia 5 tahun. Keduanya ditikam oleh pelaku saat sedang tidur di honai perempuan yang terletak di Kampung Umpagalo, Distrik Kurulu, Kabupaten Jayawijaya, Papua.
Baca Juga
Advertisement
Tak sampai di situ, ada korban penikaman lainnya, yakni Fransiskus Logo, anak laki-laki berusia 3 tahun dan Dealoke Mabel, laki-laki 50 tahun serta Martina Marian, perempuan 45 tahun.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua, Kombes Pol AM Kamal menyebutkan aksi Olina diketahui oleh mama-mama yang saat itu berada di honai perempuan. Untuk menghentikan aksinya, Olina yang menderita gangguan jiwa langsung dikeroyok oleh penghuni honai, hingga tewas di tempat.
Minim Fasilitas Gangguan Jiwa
Fasilitas bagi penderita gangguan jiwa di Papua sangat minim. Sampai saat ini, baru ada satu rumah sakit jiwa, untuk melayani 28 kabupaten dan satu kota di Provinsi Papua.
Letak rumah sakit jiwa itu pun berada di Kota Jayapura, ibu kota Provinsi Papua. Jadi, jika ada penderita gangguan jiwa dari kabupaten di luar Kota Jayapura, ia harus dibawa ke rumah sakit tersebut dan tentunya memakan biaya yang cukup besar.
Hal itu pun diakui oleh Kepala Dinas Kesehatan Mimika, Philipus Kehek yang kesulitan merawat pasien gangguan jiwa di daerahnya. Ia pun menyebutkan jumlah penderita gangguan jiwa meningkat sepanjang dua tahun terakhir.
Walau Philipus tak menyebutkan jumlah pasti penderita gangguan jiwa itu, ia berharap pemerintah setempat dapat membangun klinik atau rumah singgah bagi penderita gangguan jiwa.
"Sampai saat ini, pasien tak bisa maksimal ditangani. Sementara ini, peranan keluarga sangat kita butuhkan dalam membantu pemulihan pasien gangguan jiwa," kata Philipus, Minggu, 4 Februari 2018.
Hal yang sama juga dilakukan Dinas Sosial Kota Jayapura. Sepanjang 2017, dinas tersebut justru merawat 18 penderita gangguan jiwa. Dinas Sosial Kota Jayapura mengklaim seorang penderita gangguan jiwa akan kehilangan pekerjaannya.
"Kami memberikan nutrisi dan pengobatan bersama dengan Rumah Sakit Jiwa Abepura. Penderita gangguan jiwa di Kota Jayapura berumur 14-44 tahun, rata-rata usia produktif. Penderita gangguan jiwa di Kota Jayapura kebanyakan karena faktor ekonomi," kata Kepala Dinas Sosial Kota Jayapura, Irawadi.
Saksikan video pilihan berikut ini :
Advertisement