Liputan6.com, Jakarta Optimisme pelaku bisnis di Indonesia terhadap kondisi bisnis pada tahun ini merupakan yang tertinggi di dunia. Angkanya mencapai 100 persen dibanding rata-rata ASEAN dan APAC yang keduanya berada di level 58 persen.
Ini tertuang dalam Laporan terbaru Grant Thornton bertajuk Asia Pacific: trading and thriving, Jumat (2/2/2018).
Advertisement
Optimisme akan adanya peningkatan penjualan juga diyakini 72 persen pelaku bisnis di Indonesia. Angka ini lebih tinggi dari rata-rata ASEAN 58 persen dan APAC 67 persen.
“Pelaku bisnis di Indonesia diharapkan mampu menyikapi secara bijak berbagai data positif perekonomian Asia Pasifik dengan mengatur strategi perdagangan mereka sebaik-baiknya serta melakukan review sedini mungkin atas kebutuhan area pengembangan yang menunjang industri mereka untuk menjaga tumbuhnya bisnis secara berkesinambungan,” ujar Managing Partner Grant Thornton Indonesia, Johanna Gani.
Pemerintah menekankan sejalan dengan membaiknya perekonomian dunia, kinerja perekonomian Indonesia pada tahun 2018 diperkirakan turut mengalami perbaikan.
Optimisme pemerintah terlihat dari target pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2018 yang diproyeksikan dapat mencapai 5,4 persen (lebih tinggi dari 2017), terutama didorong peningkatan kinerja investasi dan ekspor seperti tertuang pada Nota Keuangan dan RAPBN 2018 yang dikeluarkan Departemen Keuangan.
Target pertumbuhan tersebut didukung faktor lainnya seperti kurs Dola Amerika Serikat (AS) dan inflasi yang relatif stabil serta harga-harga komoditi yang mulai bangkit.
Di sisi lain, tingkat optimisme di Tiongkok, Jepang dan negara utama lain di Asia diyakini menjadi faktor pendorong eksternal tingginya optimisme Indonesia.
Berdasarkan data survei, Grant Thornton mencatat 3 faktor pendukung utama yang diyakini pelaku bisnis di Indonesia mendukung optimisme bisnis, yaitu peningkatan secara konsisten jumlah kelas menengah.
Kemudian peningkatan kerjasama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan pengembangan infrastruktur lokal
Walaupun Indonesia cukup mencetak banyak data positif dibandingkan regional namun perlu digarisbawahi juga beberapa potensi area pengembangan dimana Indonesia masih berada di bawah rata-rata kawasan yaitu terkait peningkatan investasi di bidang research and development serta peningkatan investasi di bidang teknologi.
Ekonomi di Kawasan Asia Pasifik
Laporan terbaru Grant Thornton ini juga mencatat pergerakan positif ekonomi di kawasan Asia Pasifik yang tergambar dari level optimisme bisnis mencapai titik tertinggi selama 2 tahun terakhir yaitu di angka 41 persen.
Perekonomian yang cukup dinamis terutama digerakkan dua kekuatan ekonomi, Tiongkok dan Jepang dan didukung meningkatnya perdagangan di negara-negara Asia Pasifik.
Hasil survei mencatat 46 persen pelaku bisnis percaya One Belt One Road, yang diinisiasi pemerintah Tiongkok dengan US$ 5 triliun kesiapan dana untuk program infrastruktur di Asia, Timur Tengah, Eropa dan Afrika akan menjanjikan cerahnya kesempatan pertumbuhan ekonomi.
Optimisme bisnis di Asia Pasifik didorong fakta bahwa 50 persen dari pelaku bisnis memiliki keyakinan cukup tinggi akan stabilitas kondisi geolitik di kawasan Asia Pasifik yang tentunya akan menciptakan iklim bisnis kondusif untuk perdagangan bebas setidaknya 5 tahun kedepan.
Riset Grant Thornton menunjukkan beberapa kemitraan perdagangan antar negara seperti Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang dibentuk tahun 2015 lalu turut mendorong tumbuhnya kesempatan bisnis.
Selain itu Kemitraan Trans Pasifik juga dianggap mampu memperkuat hubungan dagang dan ekspor antar negara anggota walaupun Amerika Serikat menarik dukungannya tahun lalu.
Namun walau data pendukung tersebut terlihat positif dan meyakinkan, perlu juga diwaspadai beberapa ancaman yang mampu mempengaruhi pesatnya pertumbuhan ekonomi maupun optimisme bisnis di kawasan Asia Pasifik.
Advertisement
3 Ancaman
Grant Thornton mencatat 3 ancaman yang mampu mengganggu stabilitas perekonomian kawasan ini antara lain, populasi yang menua. Selama 2 tahun terakhir, ini dianggap sebagai ancaman yang paling besar (diyakini oleh 33 persen pelaku bisnis di tahun ini.
Kemudian konflik regional terkait sengketa kawasan. Kondisi ini dianggap berpotensi menjadi ancaman besar dikarenakan ketidakpastian cara para pemimpin negara untuk menyelesaikan perselisihan juga akan berpengaruh terhadap kemampuan merencanakan ekonomi secara efektif.
Kemudian perlambatan ekonomi Tiongkok. Kondisi yang terdengar santer sebagai salah satu penyebab melambatnya ekonomi global dari tahun lalu masih dipercayai 32 persen pelaku bisnis di Asia Pasifik sebagai potensi ancaman.
"Bisnis di seluruh wilayah bergulat dengan berbagai tantangan ekonomi, budaya dan politik. Meskipun data-data pendukung masih positif, jika tantangan tersebut dibiarkan tidak tertangani tentunya dapat menghalangi prospek pertumbuhan yang telah diidentifikasi oleh laporan terbaru kami,” ujar Grant Thornton Regional Head of Asia Pacific.
Flynn juga menegaskan pentingnya pelaku bisnis untuk memiliki rencana cadangan terkait perjanjian dagang baik dari skala global hingga regional untuk memanfaatkan peluang perdagangan secara optimal.Rekomendasi Grant Thornton terkait ancaman populasi yang menua menekankan tidak adanya solusi kilat akan hal tersebut.
Namun pelaku bisnis dapat mempertimbangkan untuk mencari sumber baru untuktenaga kerja kedepannya termasuk mereka yang sedang mencari perubahan jenjang karir dari pekerjaan saat ini.