Liputan6.com, Berlin - Tembok Berlin kini tinggal sejarah. Tirai beton tersebut telah dirobohkan oleh penduduk Jerman pada 9 November 1989.
Sepanjang sejarah berdirinya, yakni sejak 13 Agustus 1961 dan selama Perang Dingin, Tembok Berlin membagi Berlin Barat dan Berlin Timur serta daerah Jerman Timur lainnya.
Advertisement
Kini, Tembok Berlin telah melewati usia 10.316 hari. Selama lebih dari 28 tahun rakyat Jerman terbagi-bagi, sekarang mereka bisa sesuka hati melintasi wilayah yang tadinya dibatasi tanpa harus takut ditembak mati.
Tembok Berlin sudah beralih fungsi, tak lagi meninggalkan kesan seram dan tirani. Reruntuhannya beralih fungsi menjadi galeri seni.
Konon, ruang terbuka ini menjadi yang terpanjang di dunia, dimana menampilkan mural bertema kebebasan dan hak asasi manusia.
Surat kabar lokal Berliner Zeitung memuat gambar wajah Berlin yang diambil dari udara pada malam hari. Foto itu dipasang di halaman depan koran dengan tajuk "10.316 Hari Satu Kota".
Bayang-bayang perpecahan Berlin Timur dan Berlin Barat dinilai masih kerap terlihat di malam hari, sebab lampu jalan yang digunakan di bekas dua wilayah itu masing-masing berbeda warna.
"Hari ini adalah hari istimewa dan edisi Berliner Zeitung kali ini juga spesial. Pada tanggal 5 Februari, Senin esok, Tembok Berlin akan lenyap setelah sekian lama berdiri kokoh," kata surat kabar tersebut dalam editorial halaman depan, seperti dilansir The Independent, Senin, 5 Februari 2018.
Saksi Sejarah
Dinding itu pertama kali didirikan pada tahun 1961, menjadi pencegah dari pelarian dan pembelotan Jerman Timur ke Berlin Barat, sebuah enclave (sebagian wilayah di dalam atau dikelilingi oleh wilayah yang lebih luas yang penduduknya berbeda secara kultural atau etnis) di Jerman Barat yang masuk dalam blok timur.
Tembok itu dirobohkan setelah sebuah konferensi pers digelar pada 9 November oleh Günter Schabowski, seorang pejabat komunis Jerman Timur. Kala itu, ia salah ucap.
Dalam konferensi tersebut, Schabowski menyampaikan bahwa segera mungkin rakyat Jerman dapat melewati tembok setinggi 3,6 meter itu. Setelah diumumkan, orang-orang berkumpul di titik persimpangan perbatasan.
Usai berjam-jam konfrontasi, penjaga perbatasan kebingungan. Kemudian, mereka membuka gerbang Tembok Berlin daripada menggunakan kekuatan militer untuk mengusir kerumunan.
Lalu setelahnya, orang-orang Jerman Timur dan Barat bisa saling bertatap muka untuk pertama kalinya.
"Tentu saja peristiwa itu lebih mengubah kehidupan orang Jerman Timur, juga menjadi hal menarik bagi orang Barat karena bisa menjelajahi Jerman Timur," ungkap Henning Dekant, seorang insinyur perangkat lunak yang sekarang tinggal di Kanada.
"Kala itu, saya mendapat tiket melintas, tapi tidak punya uang Jerman Timur. Polisi perbatasan benar-benar kebingungan, ia juga tidak mau menerima uang Barat yang jauh lebih berharga," kenangnya yang pernah menjadi saksi langsung Tembok Berlin.
"Polisi itu lalu menulis sebuah catatan yang meminta saya mentransfer uang pembayaran tiket ke bank sentral Jerman Timur. Tak lama setelahnya, bank dan negara ini tak ada lagi. Tapi aku masih menyimpan catatannya," ucap Dekant menambahkan.
Sekitar 5.000 orang diperkirakan mencoba membobol perbatasan Tembok Berlin saat dinding ini masih berdiri kokoh. Antara 100 dan 200 orang terbunuh dalam kasus itu.
Sekarang, bekas perbatasan itu telah menjelma menjadi area sibuk bagi commuter line, klub malam dan turis yang melakukan bisnis mereka.
Advertisement