Liputan6.com, Jakarta - Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), Jenderal (Purn) Moeldoko menyatakan beras impor sebanyak 5.500 ton dari Thailand akan masuk ke Indonesia pada Jumat 9 Februari 2018.
Jumlah tersebut merupakan bagian dari rencana pemerintah impor beras 500 ribu ton dalam rangka meredam kenaikan harga beras di pasar.
"Pengiriman pertama diperkirakan akan sampai di pelabuhan pada 9 Februari ini, salah satunya di Pelabuhan Panjang sebanyak 5.500 ton dari Thailand," kata Moeldoko di Jakarta, Selasa (6/2/2018).
Baca Juga
Advertisement
Pemerintah, sambungnya, memutuskan impor beras sebanyak 500 ribu ton untuk memperkuat cadangan beras nasional demi stabilisasi harga beras di masyarakat.
Jumlah beras impor ini, lanjut Moeldoko, setara dengan seperlima kebutuhan konsumsi beras masyarakat Indonesia selama satu bulan. Artinya jika dihitung dalam hari, setara dengan kebutuhan enam hari saja.
"Dalam perkembangannya, ketika lelang, penyedia yang berani memastikan beras bisa sampai di Indonesia pada Februari hanya 346 ribu ton," jelas Moeldoko.
"Per hari ini, penyedia yang sudah mendapat kapal dan sudah mengonfirmasi kapalnya akan dapat merapat di pelabuhan-pelabuhan di Indonesia dalam Februar ini hanya 260.550 ton," dia menambahkan.
Lebih jauh Moeldoko menerangkan, karena harus bergerak cepat, impor dilakukan secara business to business (B to B). Pemerintah dalam hal ini menugaskan Perum Bulog.
"Proses lelang beras impor ini dihadiri oleh KPK. Prosedur dan mekanisme pemanfaatan beras impor ini mengikuti peraturan yang berlaku," paparnya.
Selain impor beras, Bulog masih tetap harus melaksanakan tugasnya, yakni menyerap gabah petani sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tak Ingin Ambil Risiko
Impor beras 500 ribu ton bukanlah tanpa alasan. Pemerintah harus melakukan impor untuk merepons harga beras yang meningkat tajam sejak Desember 2017 dan mengantisipasi kekurangan produksi di bulan kedua ini.
"Apapun penyebabnya (kenaikan harga beras, pemerintah merasa perlu untuk memperkuat cadangan beras dan nasional demi stabilnya harga beras di masyarakat," tutur Moeldoko.
Dia mengatakan, naiknya harga beras ini tidak hanya terjadi di tingkat eceran, namun juga di tingkat petani, sampai grosir. Kenaikan itu ditunjukkan dengan peningkatan harga Gabah Kering Panen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG), maupun harga beras di pasar.
"Ini terjadi meski Bulog telah melakukan intervensi yang signifikan di pasar sejak Desember 2017," ujarnya.
Potensi kekurangan produksi beras pun membayangi pemerintah. Pasalnya, Moeldoko bilang, waktu panen meleset. Belum lagi gangguan hama, gangguan distribusi akibat cuaca, dan banjir di area persawahan.
"Semua bisa terjadi sewaktu-waktu. Pemerintah sudah berupaya untuk meminimalisir ini semua, namun pemerintah tidak ingin ambil risiko karena panen raya baru akan terjadi pada Maret-April mengikuti siklus normalnya," tukas Moeldoko.
Advertisement