Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengingatkan pemerintah daerah untuk mempersiapkan anggaran dalam mengantisipasi bencana. Akhir-akhir ini berbagai bencana mulai dari gempa bumi, erupsi gunung berapi, banjir, longsor dan lainnya melanda beberapa wilayah di Indonesia.
Sebagai negara dengan kondisi geografis yang rawan bencana, Sri Mulyani meminta kepala daerah untuk bisa memaksimalkan dana-dana penganggulangan bencana yang dimiliki di masing-masing APBD agar lebih efektif.
"Karena kita ini di wilayah yang rawan akan bencana, kalau para pemerintah daerah membutuhkan dana darurat, kita di Bendahara Umum Negara itu memiliki dana on call dan rehab rekonstruksi, yang bisa digunakan untuk penanggulangan bencana ini yang sifatya segera, ini bisa dimanfaatkan," kata Sri Mulyani di hadapan para pemimpin daerah di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (7/2/2018).
Baca Juga
Advertisement
Dia mengakui, belum semua pemerintah daerah memahami fungsi dan tata cara pencairan dana bencana. Untuk itu pihaknya akan melakukan pendampingan beberapa pimpinan dan pejabat daerah guna memaksimalkan anggaran ini.
Dia menjelaskan, secara umum dana ini bisa dicairkan dengan usulan dari para pimpinan daerah yang ditujukan ke Menteri Keuangan.
Setelah itu, dana ini akan diverifikasi Kemenkeu dan kemudian dicairkan melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
"Kalau sudah sifatnya bencana darurat yang mendapat rekomendasi dari Presiden, ini proses pencairannya bisa lebih cepat," terang dia.
Setiap tahun, pemerintah memang menganggarkan dana darurat ini. Dalam APBN 2018, dana ini dialokasikan sekitar lebih dari Rp 800 miliar.
Bencana alam, menurut Sri Mulyani menjadi salah satu hal yang perlu diantisipasi, karena mampu mengancam keselamatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Jika tidak ada mitigasi dan perencanaan pencegahan, dipastikan akan menghambat pemerintah dalam meningkatkan ekonomi negara dan mengurangi kemiskinan.
"Karena biasanya kalau sudah ada bencana, itu yang paling terkena dampak signifikan itu masyarakat kurang mampu kita," dia menandaskan.
Kerugian Akibat Gempa Banten di Sukabumi Lebih dari Rp 7 Miliar
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat memverifikasi data dampak kerusakan akibat gempa berkekuatan 6,1 skala Richter yang berpusat di Kabupaten Lebak, Banten, Selasa, 23 Januari 2018 lalu. Hasil verifikasi data sementara menunjukan, nilai kerugian materil mencapai lebih dari Rp 7 miliar.
Hal tersebut terungkap dalam rapat koordinasi Pemerintah Kabupaten Sukabumi dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Pendopo Negara Sukabumi, Jalan Ahmad Yani, Kota Sukabumi.
"Dari hasil verifikasi data sementara, diketahui total kerugian mencapai Rp 7.490.863.000," ujar Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Sukabumi, Usman Jaelani di sela rapat koordinasi, Sabtu (27/1/2018).
Baca Juga
Hingga saat ini, BPBD baru menverifikasi data dampak bencana di 33 kecamatan, dari total 45 kecamatan yang terdampak. Hasilnya, diketahui total bangunan rumah yang rusak berjumlah 6.339 unit. Rinciannya, 831 rusak berat, 2.083 rusak sedang, dan 3.425 rusak ringan.
Adapun sarana prasana, dan fasilitas umum serta sosial yang rusak mencapai 79 unit. Di antaranya terdiri dari bangunan sekolah, jalan, dan rumah ibadah.
"Total warga yang terdampak mencapai 4.569 jiwa dari 1.314 kepala keluarga," tambah Usman.
Posko pengungsian dipusatkan di empat wilayah kecamatan yang paling terdampak, yakni Kecamatan Kabandungan, Cikakak, Pabuaran, Kabandungan, dan Bojonggenteng. Tidak semua warga yang terdampak gempa mengungsi di posko, lebih banyak yang tinggal sementara di rumah kerabat.
Advertisement