Panglima TNI: Ancaman Terorisme dari Dunia Maya Harus Dihindari

Jangan sampai terorisme bisa mempengaruhi seseorang, yang justru melahirkan bibit baru teroris.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 08 Feb 2018, 06:02 WIB
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan rombongan mengunjungi RSUD Agats dan Posko Satgas Kesehatan TNI KLB, di Aula Wouru Cem Kesbangpol, Distrik Agats, Kabupaten Asmat, Papua, Kamis (1/2/2018). (Foto: Puspen TNI)

Liputan6.com, Jakarta - Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan, ancaman terorisme yang paling nyata berasal dari dunia maya atau siber. Dia mencontohkan tentang lahirnya lone wolf.

"Dengan kemajuan teknologi, kita mudah untuk memprofiling seseorang, kemudian orang itu akan dibina secara online dan ancamannya adalah menjadi lone wolf, yang dia siap melakukan teror," ucap Hadi dalam Rapat Koordinasi dengan Gubernur, Sekda dan Kepala Kesbangpol se-Indonesia, di Jakarta, Rabu (7/2/2018).

Karena itu, dia meminta agar masyarakat mengantisipasi serangan teror di siber. Jangan sampai terorisme bisa mempengaruhi seseorang, yang justru melahirkan bibit baru teroris.

"Kita mengantisipasi dari ancaman siber tadi. Mencuri identitas kemudian dibina jadi lone wolf tadi. Itu adalah bagian dari ancaman siber," ungkap Hadi.

Dia juga menyinggung soal adanya ancaman terorisme melalui biologi. TNI pun tengah mengidentifikasinya, apakah hal itu telah terjadi di Indonesia.

"Semuanya kan sekarang ada rekayasa genetika, kemudian bisa juga membuat virus supaya ada kegagalan panen, virus supaya kita gagal beternak. Bisa juga penyakit. Itu adalah bagian yang sedang kita kembangkan untuk bisa mengindentifikasi di Indonesia," tukas Hadi.

Menurut dia, semua itu masih dipelajari. Yang memang menjadi ancaman dewasa ini. "Kita masih terus belajar, terus menghiasi ilmu terhadap ancaman-ancaman global itu," pungkas Hadi.


Deradikalisasi

Ilustrasi Foto Teroris (iStockphoto)

Pemerintah sedang menyusun strategi deradikalisasi terorisme. Salah satunya, pemerintah berencana mempertemukan eks napi terorisme dengan korban teror.

"Sekarang kita sedang mengembangkan lagi suatu rekonsiliasi antara pelaku atau eks pelaku terorisme, narapidana terorisme dengan korban terorisme. Tadi sudah kita rapatkan dan akan kita lakukan nanti pada akhir bulan ini," ucap Menko Polhukam Wiranto di kantornya, Jakarta, Senin 5 Februari 2018.

Menurut dia, pemerintah ingin mencoba sesuatu yang berbeda dalam deradikalisasi. Dia menilai upaya pencegahan ini sangat baik dan manusiawi.

"Cara soft approach, dengan cara-cara yang sangat manusiawi. Di mana kita mencoba melakukan deradikalisasi para pelaku terorisme dan juga kita melakukan suatu langkah-langkah untuk mencegah berkembangnya terorisme," Wiranto menjelaskan.

Wakapolri Komjen Syafrudin mengatakan, sekitar ada 150 orang yang akan kena program pertama ini. Mereka akan dipertemukan langsung dengan korbannya.

"Yang sudah cool down tentunya, yang sudah selesai semuanya, yang sudah dibina oleh BNPT dan Densus dan semua pihak membina. Karena ini keterlibatan semua pihak itu akan direkonsiliasi, akan dipertemukan lah mereka sudah siap," jelas Syafrudin.

Dia pun menuturkan, untuk formula rekonsiliasinya sudah disiapkan. Sehingga tinggal dibicarakan lebih lanjut. "Ada formula yang akan dibicarakan selanjutnya nanti," tutur Syafrudin.

Kepala BNPT Suhadi Alius menuturkan, langkah ini diharapkan bisa menyejukkan suasana. Apalagi yang akan dihadapi kedatangan orang-orang yang sehabis belajar dari Suriah.

"Kita sebarkan sejukan kepada semua. Dan ada hal-hal yang perlu diwaspadai, rekruitmen Syriah (Suriah) khususnya. Karena mereka dididik sangat radikal dan itu harus diwaspadai," pungkas Suhadi.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya