Liputan6.com, Surabaya - Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya membongkar praktik order fiktif angkutan daring yang telah merugikan perusahaan penyedia jasa sebesar Rp 300 juta terhitung September 2017 hingga Februari 2018.
Tiga pelaku dalam komplotan yang diringkus masing-masing berinisial LC (32), warga Raya Kutisari Indah Surabaya; LAA (22), warga Sutorejo Prima Utara Surabaya; dan MV (23), warga Wijaya Kusuma Surabaya.
"Salah satu dari pelaku, yaitu LC, pernah bekerja sebagai pengemudi angkutan daring. Dari situ, dia melihat celah untuk melakukan aksi kejahatan dengan memanipulasi data penumpang melalui order fiktif," kata Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat Polrestabes Surabaya Kompol Lily Djafar di Surabaya, Rabu, 7 Februari 2018, dilansir Antara.
LC kemudian merekrut LAA dan MV untuk melakukan kejahatan ini bersama-sama. Dalam aksinya, komplotan bermodus order fiktif itu lebih dulu membeli akun pengemudi milik orang yang sudah tidak terpakai dengan harga Rp 1,5 juta.
Baca Juga
Advertisement
Lily menjelaskan, komplotan itu dalam beraksi memiliki perangkat sebanyak 36 telepon seluler berisi akun pengemudi dan 87 telepon seluler berisi akun penumpang.
Dengan seluruh perangkat telepon seluler tersebut, setiap hari mereka melakukan order fiktif demi mengejar target bonus yang disediakan oleh penyedia angkutan daring.
"Berdasarkan pengalaman pelaku LC saat menjadi pengemudi daring, dia pernah menghasilkan bonus senilai Rp 3,6 juta jika telah melampaui target penumpang sebanyak lima trip per hari. Bonus ini yang mereka kejar setiap harinya dengan melakukan order fiktif," ujar Lily, menerangkan.
Kasus ini terungkap setelah pihak perusahaan penyedia jasa angkutan daring mencurigai beberapa akun yang sama selalu membatalkan pemesanan setiap hari, yang kemudian melapor ke Polrestabes Surabaya.
"Selain mengamankan tiga orang pelaku, kami menyita 115 unit telepon seluler berbagai merek, beberapa ATM berisi uang hasil kejahatan dan sebuah mobil Agya sebagai sarana," ucap Lily.
Ketiga pelaku dijerat Pasal 51 dan 35 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), serta pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana tentang penipuan, dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.
'Tuyul' di Jakarta
Ditreskrimum Polda Metro Jaya mengungkap keberadaan 'tuyul' yang melakukan tindak penipuan terhadap order taksi online di Jakarta. Mereka memanipulasi sistem kerja dalam aplikasi pesan antar yang ada di ponsel hingga menimbulkan kerugian ratusan juta rupiah.
Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Nico Afinta menyampaikan, kasus tersebut terbongkar pada Rabu, 24 Januari 2018. Ia memaparkan para pelaku mendaftarkan diri sebagai pengemudi taksi online Grab.
"Setelah mengisi aplikasi, mereka mencoba masuk ke sistem (di ponsel)," tutur Nico di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (31/1/2018).
Ada sebanyak 10 'tuyul' yang berperan sebagai sopir dan penumpang palsu taksi online. Mereka dipertemukan dengan AA, melalui perempuan berinisial CRN.
AA mengakali ponsel para 'tuyul' untuk menipu pihak Grab. Nico mengungkap ada 170 ponsel yang perangkat lunaknya dimodifikasi dengan cara rooting.
"Mereka mengirim data seolah-olah telah mengangkut penumpang dari satu titik ke titik lain di jam sibuk bertarif tinggi," jelas dia.
Padahal, para pengemudi ini hanya duduk-duduk saja. mereka melakukan order fiktif. Lalu, sesuai sitem di Grab, mereka mendapat bonus dari pengantaran palsu itu.
Nico mengatakan para pelaku sudah melakukan aksinya berulang kali. Bila ditotal, jumlah uang yang dikumpulkan dari order fiktif itu mencapai Rp 600 juta.
"Pesan sendiri, antar sendiri, complete sendiri. Satu orang bisa pegang tujuh sampai 10 handphone," ungkap Nico.
Para pelaku diringkus di tiga lokasi berbeda yang berada di kawasan Jakarta Barat. Mereka mengaku sudah tiga bulan menjalankan aksi tersebut.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement