Liputan6.com, Jakarta - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Pemuda Nusantara menemukan adanya indikasi atau dugaan korupsi dan penyalahgunaan wewenang dalam Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Ditjen Bea Cukai Kemenkeu RI) senilai ratusan miliar rupiah.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum DPP Pemuda Nusantara Muhamad Ikram Pelesa. Dia menyampaikan, dari sejumlah telaah data dugaan korupsi Ditjen Bea dan Cukai dari tahun 2020 hingga 2023, terdapat penyimpangan yang merugikan negara mencapai ratusan miliar hingga triliunan rupiah yang hingga saat ini belum tersentuh oleh institusi penegakkan hukum.
Advertisement
"Kami menemukan adanya kerugiaan negara dalam jumlah yang sangat fantastis dan belum tersentuh hukum, angkanya mencapai Rp19.174.221.253.298," ujar Ikram melalui keterangan tertulis, Selada (30/4/2024).
Dia menjabarkan, dari data yang dimilikinya, Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu RI diduga melakukan indikasi korupsi yang paling besar pada kepatuhan kepabeaan impor dalam negeri.
"Yang paling gede itu indikasi kepabeaan impor dalam negeri nilainya triliunan rupiah," kata Ikram.
Selain itu, lanjut dia, terdapat indikasi kerugian senilai ratusan miliar pada penerapan pajak bea cukai tembakau, pengelolaan fasilitas tempat penimbunan berikat dan kemudahan impor tujuan ekspor yang terindikasi korupsi sejak tahun 2021 hingga 2022.
"Selain ada indikasi kerugian senilai ratusan miliar pada penerapan pajak bea cukai tembakau, pengelolaan fasilitas tempat penimbunan berikat dan kemudahan impor tujuan ekspor yang terindikasi korupsi sejak tahun 2021 hingga 2022 termasuk pada penanganan pandemi covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional," ucap Ikram.
Minta Diusut
Ikram mengatakan, atas indikasi kerugian negara yang ditimbulkan atas penyimpangan penerapan pajak bea dan cukai, maka pihaknya mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk segera memeriksa Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu RI akibat kerugian negera mencapi triliunan rupiah tersebut.
"Kami mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia untuk segera memeriksa Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu RI akibat kerugian negera mencapi triliunan rupiah tersebut," tutup Ikram.
Sebelumnya, belum lama ini, sejumlah kasus viral di media sosial tentang curhatan warganet soal bea cukai. Seperti pria yang mengeluh dikenakan pajak lebih mahal dibanding sepatu bola yang dibelinya.
Ada juga Medy Renaldy, seorang konten kreator membagikan curhatannya terkait barang kiriman dari luar negeri yang tertahan di Bea Cukai.
Tak hanya itu, baru-baru ini viral akun media sosial X dengan akun @ijalzaid mengunggah kronologi alat pembelajaran siswa tunanetwa yang dikirim OHFA Tech dari Korea Selatan tertahan di Bea Cukai.
Menanggapinya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Askolani membantah bahwa bea cukai hanya bertindak usai mendapatkan keluhan dan kritikan dari masyarakat di media sosial.
Ia menyebut semua yang dilakukan pihaknya sudah sesuai dengan prosedurnya.
"Enggak ada itu. Semua kita jalan," tegas Askolani kepada media, seperti ditulis Selasa (30/4/2024).
Advertisement
Harus Viral Dulu, Bea Cukai Baru Mau Selesaikan Masalah?
Askolani menuturkan bea cukai selalu melakukan tindakan sesuai dengan prosedur yang ada. Tetapi apabila masyarakat mengeluhkan kendala terkait kinerja instusinya, maka itu merupakan masukan bagi pihak Bea Cukai.
"Kita terus perkuat, intinya masukan tadi sudah saya bilang. Ini hanyalah satu part daripada masukan teman teman di sana yang ribuan lebih komunikasi, dan itu dengan sistem komunikasi kita yang bagus kita bisa selesaikan," jelas Askolani.
Dia melanjutkan, bea cukai akan terus memperbaiki dan menguatkan kinerja serta kerjasama dengan stakeholder. Termasuk mengedukasi Perusahaan Jasa Titip (PJT), para pelaku usaha, Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK), serta memperbaiki service level aggrement (SLA) masing-masingnya.
"Ini mungkin kita ingatkan sama-sama ya. Perbaikan dan penguatan insya Allah terus kita lakukan, termasuk kita mengedukasi PJT, mengedukasi para pelaku usaha, pelaku pjpk, termasuk memperbaiki SLA mereka," tuturnya.
"Kalau enggak gitu, ini kan enggak satu paket untuk memperbaiki prosesnya. Jadi ini tidak hanya satu part," sambung Askolani.