Liputan6.com, Jakarta - Kabar tewasnya orangutan di Taman Nasional Kutai (TNK), kawasan Desa Teluk Pandan, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan timur, menjadi kabar buruk bagi pencinta satwa primata yang satu ini dan tentunya juga bagi kita semua.
Setelah ditemukan pertama kalinya oleh warga dalam keadaan kritis, pada Sabtu, 3 Februari 2018, orangutan tersebut akhirnya tak kuat menahan sakit dan mati pada Selasa, 6 Februari 2018, dengan banyak luka menganga.
Baca Juga
Advertisement
Tidak disangka, setelah dilakukan autopsi, tim mengatakan bahwa orangutan tersebut terkena luka tembak. Tidak hanya itu, terdapat pula 130 peluru yang bersarang di beberapa bagian badan termasuk mata, yang menjadikannya buta.
Selain itu, kaki kiri orangutan tersebut hilang dan diduga karena sabetan senjata tajam. Manajer Perlindungan Habitat Centerfor Orangutan Protection (COP) Ramadhani menjelaskan bahwa peristiwa tersebut sampai disorot oleh berbagai media asing.
Peluru Sebanyak 130 Ini Pecahkan Rekor
"Ada media asing dari Jerman, kontak saya. Jadi, 130 peluru ini pecahkan rekor terbanyak ditemukan di tubuh orangutan, setelah kasus 102 peluru di Kalteng tahun 2012. Selain itu, peristiwa ini kembali terjadi dengan rentang waktu kurang dari 3 pekan, pasca kasus serupa orangutan mati dengan 17 peluru di Kalahien, Kalimantan Tengah," kata Ramadhani, seperti melansir Merdeka.
Banyaknya kasus pembunuhan orangutan membuat asumsi bahwa kondisi habitat satwa langka tersebut semakin terancam. Terlebih, kondisi hutan Taman Nasional Kutai (TNK) saat ini sudah tidak sama persis seperti dahulu. Hutan seluas 198.629 hektare semakin menyempit pasca dikelilingi oleh pemukiman dan perkebunan.
Kepala Balai Taman Nasional Kutai, Nur Patria Kurniawan tak menampik bahwa kondisi tersebut membuat konflik antara warga setempat dan satwa semakin meningkat.
"TNK memang dikelilingi permukiman dan kebun masyarakat, dan luasannya semakin bertambah. Meningkatkan potensi konflik dengan satwa, itu sudah pasti," ujar Patria.
Advertisement
Akan Batasi Area Khusus
Hingga kini, Patria masih berusaha untuk membatasi area khusus yang dijadikan penelitian orangutan. Namun, ia tidak bisa memastikan hal tersebut akan berhasil 100 persen mengingat pergerakan satwa yang tidak mengenal batas. Patria menekankan, satwa memiliki tiga unsur yang membuat mereka nyaman apabila terus terpenuhi.
"Yang penting, satwa itu 3 yang diperlukan. Seperti Cover, Shelter dan Water. Jadi, ketiga itu kalau ada masalah salah satunya, makan satwa itu akan bergerak," tutupnya.
Sumber: Kapanlagi.com
** Jadilah bagian dari Forum Liputan6.com dengan pengiriman artikel unik dan terkini melalui email: Forum@liputan6.com