Liputan6.com, Jakarta: Awal April kemarin, pemerintah menjatah bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi di setiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Penjatahan berlaku setiap hari. Prosesnya, jika Premium habis, maka konsumen harus membeli Pertamax.
Kebijakan yang terkesan mendadak ini, ternyata tak tersosialisasikan dengan baik. Bahkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Effendi Simbolon mengatakan tak mengetahui perihal pembatasan Premium. Ia mengatakan kebijakan diambil tanpa persetujuan DPR. "Nanti bisa menimbulkan masalah baru," tutur Effendi di Jakarta, Ahad (2/4).
Tahun ini pemerintah mematok kuota BBM subsidi 38,5 juta kiloliter. Namun hingga Maret pemakaiannya sudah melampaui kuota 2,8 persen. Pemerintah khawatir jika tak dibatasi beban subsidi yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semakin besar.(AIS)
Kebijakan yang terkesan mendadak ini, ternyata tak tersosialisasikan dengan baik. Bahkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Effendi Simbolon mengatakan tak mengetahui perihal pembatasan Premium. Ia mengatakan kebijakan diambil tanpa persetujuan DPR. "Nanti bisa menimbulkan masalah baru," tutur Effendi di Jakarta, Ahad (2/4).
Tahun ini pemerintah mematok kuota BBM subsidi 38,5 juta kiloliter. Namun hingga Maret pemakaiannya sudah melampaui kuota 2,8 persen. Pemerintah khawatir jika tak dibatasi beban subsidi yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semakin besar.(AIS)