Kelambu Malaria Bantuan PBB Malah Dijadikan Jala Ikan

Para ahli khawatir jika praktik penggunaan kelambu ini terus dilakukan, maka akan menguras populasi ikan.

oleh Liputan6.com diperbarui 11 Feb 2018, 07:36 WIB
Seorang nelayan menangkap ikan dengan kelambu di Sungai Brahmaputra, Gauhati, India (AP)

Liputan6.com, New York - Kelambu yang dimaksudkan untuk mencegah malaria malah digunakan sebagai jaring ikan di seluruh daerah tropis.

Hal tersebut disebutkan setelah sebuah studi baru dirilis terkait penggunaan benda pelindung dari nyamuk pada malam hari itu digunakan sebagai jaring ikan.

Jaring (jala) rapat dari kelambu ini, memang efisien untuk semua jenis ikan dan ukuran tanpa pandang bulu, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Minggu (11/2/2018).

Meski demikian, para ahli khawatir jika praktik ini terus dilakukan maka akan menguras populasi ikan.

Setelah dicari tahu penyebabnya, tim studi tersebut mengatakan bahwa kemiskinan adalah alasan utama mengapa praktik ini terus berlangsung.

Selain itu, upaya untuk membatasi penangkapan ikan dengan kelambu mungkin akan merugikan orang-orang yang hanya berusaha mencari nafkah.

Kelambu yang diobati dengan insektisida sangat berhasil melawan malaria. Distribusi kelambu ini merupakan alasan utama korban tewas akibat malaria turun hingga 60 persen pada tahun 2015 dibanding tahun 2000, kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Pada tahun 2015, petugas kesehatan mengirimkan lebih dari 150 juta kelambu ke negara-negara di mana malaria ditemukan seperti India. Kelambu itu biasanya gratis atau disubsidi.


Kelambu Rekomendasi WHO

Foto yang diambil lewat kelambu nyamuk, dua anak dengan malaria beristirahat bersama ibunya di sebuah rumah sakit setempat di sebuah desa kecil di Walikale, Kongo (AP)

Sebuah kelambu nyamuk baru buatan perusahaan kimia asal Jerman, BASF, telah mendapatkan rekomendasi interim dari WHO, yang mengandung kelas baru insektisida yang diharapkan oleh perusahaan tersebut akan membantu penanggulangan malaria.

Tingkat kematian akibat malaria telah mengalami penurunan sebesar 60 persen sejak tahun 2000, menurut WHO.

Namun berbagai upaya untuk mengakhiri satu dari penyakit yang paling mematikan di dunia -- yang telah merenggut 430.000 jiwa setiap tahunnya -- berada dalam ancaman karena nyamuk menjadi semakin resisten terhadap kelambu tidur yang telah diberi perlakuan dengan insektisida dan obat-obat anti malaria.

Kelambu baru buatan BASF berdasarkan atas chlorfenapyr, yang telah digunakan di bidang pertanian dan pengendalian hama di perkotaan selama lebih dari dua dekade.

Namun, BASF menyempurnakannya untuk membuatnya efektif pada kelambu nyamuk dan memenuhi sasaran untuk pasar kesehatan masyarakat.

Berdasarkan informasi, kelambu itu mampu memberi perlindungan paling tidak selama tiga tahun atau 20 kali cuci.

Kelambu Interceptor G2 yang baru yang telah mendapatkan perlakuan insektisida diharapkan tersedia lewat kementian kesehatan dan organisasi-organisasi bantuan mulai akhir tahun ini, ujar BASF.

Juru bicara WHO mengatakan, rekomendasi interim dari organisasi yang berpusat di Jenewa maknanya organisasi itu masih harus mengevalusi dampak kelambu tersebut terhadap kesehatan publik dan organisasi itu telah meminta lebih banyak data dari perusahaan kimia tersebut.

BASF juga masih menunggu WHO untuk mengevaluasi produk chlorfenapyr yang lain, sebuah semprotan dalam ruang untuk dinding dan langit-langit yang disebut Sylando 240SC.

"Perkembangan yang merupakan sebuah terobosan ini memperkuat keyakinan pribadi saya bahwa kita dapat menjadi generasi yang mengakhiri penyakit malaria untuk selamanya," ujar Egon Weinmueller, kepala bidang usaha kesehatan umum BASF.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya