Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan mewajibkan perbankan melaporkan data tagihan kartu kredit nasabah minimal Rp 1 miliar per tahun paling lambat April 2019.
Kewajiban lainnya ialah menyerahkan data nasabah domestik yang memiliki saldo rekening paling sedikit Rp 1 miliar kepada Ditjen Pajak. Tenggat waktunya akhir April 2018.
Baca Juga
Advertisement
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengungkapkan, Ditjen Pajak tengah berdiskusi dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) mengenai aturan wajib lapor data tagihan kartu kredit nasabah.
"Kami lagi bicara secara teknis dengan Perbanas dan Himbara. Kan (waktunya) masih lama, 2019," kata dia saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Senin (12/2/2018).
Pernyataan tersebut menjawab respons dari bankir atas aturan yang tertuang Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 228/PMK.03/2017 tentang Rincian Jenis Data dan Informasi serta Tata Cara Penyampaian Data dan Informasi yang Berkaitan dengan Perpajakan.
Kata Bankir
Sebelumnya, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Suprajarto berharap kepada pemerintah untuk menimbang kembali kebijakan wajib lapor data dan informasi kartu kredit nasabah karena dikhawatirkan memicu kegaduhan.
"Mudah-mudahan oleh pemerintah bisa dipikirkan kembali untuk tidak dalam waktu dekat," kata dia saat dihubungi Liputan6.com.
Dihubungi terpisah, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja tak ingin berspekulasi dengan dampak dari kebijakan tersebut.
Dia akan menunggu masukan dari nasabah atas rencana Ditjen Pajak mengintip data kartu kredit untuk tagihan paling sedikit Rp 1 miliar setahun.
"Ini belum dapat masukan dari nasabah, kami tidak mau mengada-ada. Gaduh atau tidaknya kalau sudah betul-betul ada komplain dari nasabah, baru kami bisa komen berdasarkan fakta. Jadi nanti kita tanya lebih detail ke nasabah," jelas Jahja.
Advertisement