Liputan6.com, Jakarta - Desakan agar Ketua MK Arief Hidayat mundur terus bergulir setelah dewan etik menyatakannya terbukti melanggar etik. Kali ini, desakan datang dari 66 profesor di seluruh Indonesia.
"66 Profesor sekarang yang menuntut agar Pak Arief mundur. Saya sedang kumpulin lagi. Banyak tergerak," ujar fasilitator aksi ini, Bivitri Susanti, kepada Liputan6.com, Senin (12/2/2018).
Advertisement
Mereka menilai Ketua MK Arief Hidayat perlu diingatkan. Terlebih, Arief sudah dua kali diputus bersalah melanggar etik oleh Dewan Etik Mahkamah Konstitusi (MK).
"Mereka tergerak. Terlebih, Pak Arief tidak merasa ada suatu kesalahan. Jadi baik ketika diingatkan karena beliau sepertinya lupa," kata Bivitri.
Dia menuturkan, Arief haruslah memberi contoh yang baik. Terlebih, Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga yang memutus soal perundangan. Jika terbukti melanggar etik, haruslah mundur. Terlebih, Ketua MK sudah dua kali melanggar etik.
"Sangat penting untuk Pak Arief mundur. MK ini lembaga luar biasa penting karena yang memutus perundangan kita. Para profesor ini menganggap Pak Arief secara moral harus mundur," ucap Arief.
2 Kali Langgar Etik
Dewan Etik Mahkamah Konstitusi (MK) telah memeriksa dugaan pelanggaran kode etik terhadap Ketua MK Arief Hidayat. Pada pemeriksaan yang selesai 11 Januari 2018 itu, Arief terbukti melanggar etik ringan.
"Berdasarkan pemeriksaan, maka secara singkat kami sampaikan bahwa pada 11 Januari 2018, Dewan Etik telah menuntaskan pemeriksaan dugaan pelanggaran etik dan hasilnya Dewan Etik menyatakan hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran ringan terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi," ucap Juru Bicara MK Fajar Laksono di kantornya, Jakarta, Selasa (16/1/2018).
Akan tetapi, dia memastikan, Ketua MK Arief Hidayat tidak terbukti melakukan lobi-lobi politik. Baik terkait pencalonannya sebagai hakim atau apa pun.
Pada 2016, Arief juga diberi sanksi teguran lisan karena terbukti mengirimkan memo kepada mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Widyo Pramono.
Katebelece itu berkepala surat MK pada April 2015. Pada surat singkat itu, Arief meminta Widyo seolah memberikan perlakuan khusus kepada jaksa di Kejaksaan Negeri Trenggalek, Muhammad Zainur Rochman yang diklaim sebagai kerabatnya.
Advertisement