Liputan6.com, Caracas - Pedagang kaki lima di Venezuela membuat tas anyaman yang terbuat dari uang kertas bolivar. Pasalnya, uang tersebut menjadi tak berharga setelah terjadi inflasi sebesar 13.000 persen akibat krisis di negara tersebut.
Inflasi di negara Amerika Latin yang kaya minyak itu membuat ekonomi tak terkontrol, di mana mata uang bolivar kehilangan 87 persen nilainya terhadap Euro.
Dikutip dari Daily Mail, Senin (12/2/2018), uang sangat tak berharga di sana, sehingga bukan pemandangan yang mengherankan jika melihat uang kertas berserakan di jalanan Venezuela.
Namun penjual jalanan bernama Wilmer Rojas telah mengubah uang yang dianggap sampah itu menjadi berguna. Pria berusia 25 tahun itu menganyam uang kertas tersebut dan menjadikannya dompet, topi, dan keranjang.
Baca Juga
Advertisement
"Orang-orang membuangnya karena uang tersebut tak bisa untuk membeli apa pun," ujar ayah tiga anak itu. "Tak ada satu pun yang mau menerimanya."
"Anda bisa menggunakan majalah atau koran, tapi uang kertas lebih baik karena ukurannya sama dan Anda tidak perlu membuang waktu untuk memotongnya."
"Meski tak dapat digunakan untuk membeli apapun, paling tidak saya menggunakannya, bukan membuangnya."
"Dengan dua, lima, dan 10 uang Bolivar, Anda bahkan tak bisa membeli sebuah permen," jelas dia.
Sebuah topi bisa membutuhkan ratusan uang bolivar, tapi harga jualnya hanya setara dengan sebungkus rokok. Beberapa kreasi anyaman lain dijual seharga 300.000 bolivar, cukup untuk membeli satu kilogram daging di Venezuela.
Memanfaatkan 'Limbah' Uang Kertas
Seorang desainer berusia 26 tahun, Jose Leon, turut memanfaatkan uang kertas tersebut. Ia menggambar wajah karakter Star Wars di atas uang kertas yang menampilkan gambar-gambar sejumlah tokoh Venezuela.
Pembeli asing membayar karya seninya itu hingga US$ 20, sekitar Rp 270 ribu, untuk setiap potongan 'seni uang' yang menurutnya meningkatkan nilai uang kertas itu hampir 5.000 persen.
Ribuan warga Venezuela yang putus asa saat ini berusaha masuk ke Kolombia dalam upaya menghindari kelaparan dan tingkat kejahatan yang melonjak akibat krisis ekonomi.
Sejumlah foto memperlihatkan eksodus warga Venezuela melintasi jembatan internasional Simon Bolivar.
Merespons hal tersebut, Kolombia dan Brasil mengirim tentara tambahan untuk berpatroli di perbatasan setelah terjadi pergerakan lebih dari setengah juta migran selama enam bilan terakhir pada 2017.
Negara tersebut juga memperketat kontrol perbatasannya dalam upaya membendung aliran tersebut.
Advertisement
Makanan Langka, Warga Venezuela Jarah Toko Kelontong
Pada Januari 2018, warga Venezuela di beberapa kota dilaporkan menjarah sejumlah toko kelontong demi bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari.
Pada 9 Januari malam misalnya, kerumunan warga yang kelaparan dikabarkan menjarah sebuah toko kelontong di Kota Puerto Ordaz hingga ludes tandas.
Tak ada yang tersisa, semua diambil para penjarah, mulai dari daging beku, kecap, hingga uang di mesin kasir.
"Ingin menangis rasanya. Kami tengah mengarah ke situasi yang kacau," kata si pemilik toko, Luis Felipe Anatael, mengonfirmasi kejadian itu kepada The Guardian.
Tak hanya toko kelontong dan supermarket, gudang stok dan truk distributor bahan pangan juga menjadi sasaran para penjarah yang kelaparan di sejumlah kota lain di Venezuela, menurut laporan media serta LSM lokal.
Kelompok HAM setempat, Venezuelan Observatory for Social Conflict, yang berbasis di Caracas melaporkan, terjadi 107 peristiwa penjarahan yang disusul sejumlah korban tewas di 19 dari total 23 negara bagian di Venezuela.
Rangkaian kejadian penjarahan teranyar yang terjadi sepanjang Januari 2018 itu dianggap menambah kekhawatiran baru, bahwa, krisis ekonomi yang melanda Venezuela akan berkepanjangan.
Simak Video Pilihan di Bawah Ini: