Liputan6.com, Jakarta Aliansi Nasional Reformasi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang antara lain terdiri dari ICW, YLBHI, dan AJI Indonesia, menyatakan menolak Revisi KUHP yang saat ini tengah digodok oleh DPR RI. Bila RKUHP disahkan DPR, maka menjadi momok bagi pemerintahan Jokowi-JK.
Aliansi Nasional Reformasi RKUHP mencatat ada tujuh poin yang ada di Revisi KUHP yang dapat memberangus demokrasi dan membungkam kebebasan berekspresi.
Advertisement
Catatan pertama, mengenai adanya ruang pada Revisi KUHP yang dapat menimbulkan over-criminalization dan bersifat sangat represif.
"Dengan adanya over-criminalization tersebut dapat menjaring lebih banyak lagi orang ke dalam proses peradilan dan menuntut penambahan anggaran infrastruktur peradilan. Akibatnya, akan semakin membebani lembaga permasyarakatan yang kekurangan kapasitas (overcrowd)," tulis Aliansi Reformasi KUHP, dalam keterangan tertulisnya, Senin (12/2/2018).
Kedua, RKUHP dapat memojokan perempuan, anak, masyarakat adat, dan kaum miskin. Akibatnya mereka akan kesulitan mendapatkan akses untuk pencatatan perkawinan dan dapat meninggikan angka kriminalisasi masyarakat dengan hubungan privat di luar ikatan perkawinan.
"RKUHP juga berpotensi meningkatkan angka kawin anak perempuan dan dapat memidana para korban kekerasan seksual," kata Aliansi Reformasi KUHP.
Aliansi juga mencatat, poin ketiga dalam RKUHP berpotensi mengancam program pembangunan pemerintah, utamanya program kesehatan, pendidikan, ketahanan keluarga, dan kesejahteraan masyarakat.
Contohnya pada anak-anak yang lahir dari pasangan 'tidak sah', maka, akses kesejahteraan lewat program-program pemerintah akan semakin sulit menembus mereka.
Keempat, "RKHUP lewat pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dapat mengancam kebebasan berekspresi dan memberangus proses berdemokrasi."
Kebijakan ini dianggap dapat membangkitkan rasa takut untuk mengeluarkan kritik dan masukan terhadap pemerintah, karena dihantui adanya ancaman pidana yang dapat mengenai mereka kapan saja.
Mengancam Demokrasi
Catatan kelima, RKUHP memuat banyak pasal karet, yang multitafsir, dan tak jelas dalam mengurusi ruang privat masyarakat.
Kebijakan ini dapat meningkatkan kriminalisasi dan memenjarakan siapa saja. Terlebih, belum ada indikator dan batasan yang jelas dan ketat yang mengatur di dalamnya.
RKUHP, dalam poin keenam, berpotensi mengancam kehadiran dan efektifitas kinerja lembaga-lembaga independen Negara, seperti KPK, BNN, dan Komnas HAM.
Karena masuknya tindak pidana yang memiliki keekhususan pendekatan, seperti Korupsi, narkotika dan pelanggaran berat HAM di sana.
Catatan ketujuh, tidak adanya koordinasi dalam pengerjaan RKUHP dengan sektor-sektor terkait, seperti kesehatan masyarakat, sosial, perencanaan pembangunan, dan pemasyarakatan.
Padahal, dibutuhkan banyak perspektif untuk melihat kesiapan Negara dalam menanggulangi dampak kesehatan dan beban pemidanaan yang begitu besar akibat potensi kriminalisasi di dalamnya.
"Aliansi Nasional Reformasi KUHP menyatakan, jika pada akhirnya RKUHP disahkan, maka Presiden Jokowi justru juga mengingkari Nawacitanya," tegas Aliansi.
Advertisement