Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menilai seharusnya tak perlu ada pengaturan secara terperinci terkait rencana aturan khotbah oleh Bawaslu menjelang Pilkada 2018.
Ace menyebut setiap pemuka agama memiliki koridor tersendiri dalam penyampaian materi khotbah kepada masyarakat.
Advertisement
"Itu tidak perlu diatur oleh Bawaslu, karena pasti setiap pemuka agama itu memiliki koridor tersendiri," kata Ace di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (12/2/2018).
Anggota Komisi II DPR ini menyarankan pihak Bawaslu dapat memberikan klarifikasi kepada masyarakat terkait rencana itu. Sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda mengenai soal materi hingga soal tata cara mengatur materi.
"Supaya tidak menimbulkan penafsiran yang bermacam-macam disamping soal materinya, juga soal tata cara dalam hal mengatur materi kotbah tersebut," ujar dia.
Karena hal itu, Ace menyatakan seharusnya Bawaslu dapat berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah hingga Kementerian Agama (Kemenag). Sehingga aturannya lebih jelas tentang pedoman dalam khotbah ataupun orang yang menyampaikan materi.
"Batasan-batasan SARA itu seperti apa. Apakah misalnya umat Islam atau pemuka agama Islam menyampaikan ajaran agamanya dalam memilih pemimpin itu dianggap sebagai persepektif dari agamanya itu dianggap politisasi SARA atau bukan," jelas dia.
Bawaslu Soroti Materi Khotbah
Bawaslu sebelumnya menyatakan akan menyoroti materi ceramah di massa Pilkada Serentak 2018. Ceramah yang meminta para jemaah memilih pemimpin sesuai dengan agama yang dianut, diakui Bawaslu menjadi polemik dalam berdemokrasi.
"Itu kan jadi trouble bagi banyak orang, Pilkada DKI-kan tensinya naik gara-gara itu. Nah, oleh sebab itu kami ingin tensinya turun dengan materi khotbahnya baik," kata Komisioner Bawaslu Rahmat Bagja dalam diskusi bersama Perludem di Jakarta Selatan, Minggu (11/2/2018).
Rahmat mengatakan, Bawaslu berharap seharusnya materi khotbah yang disampaikan kepada jemaah adalah bagaimana menciptakan suasana berdemokrasi yang teduh, termasuk larangan tegas tentang politik SARA dan money politics adalah hal yang dilarang.
"Hal itu yang harus diceramahkan tokoh agama di masjid atau gereja, bagaimana buruknya hal itu terhadap negara dan agama. Itu yang kami inginkan ke depan," beber Rahmat.
Advertisement