Yogyakarta - Wajah Yogyakarta yang sebenarnya mulai kembali setelah sempat diusik ulah pemuda tak bertanggung jawab yang mengamuk di Gereja Santa Lidwina Trihanggo Gamping Sleman, Minggu, 11 Februari 2018.
Sebuah foto yang memperlihatkan seorang perempuan berhijab ikut membantu menyapu ruangan gereja tersebut berhasil diabadikan kamera wartawan. Foto berlatar belakang patung Yesus yang telah hilang bagian kepala itu mendadak viral dan dinilai menyiratkan nilai kebersamaan antarumat beragama di daerah ini
Sosok berjilbab tersebut diketahui bernama Jirharsani. Senin (12/02/2018) pagi tadi, ia bersama suami mendatangi Gereja Santa Lidwina untuk melihat kondisi tempat ibadah tersebut pascakejadian kemarin.
Ibu rumah tangga ini lantas mengambil sapu untuk ikut membersihkan gereja bersama umat Katolik yang juga sudah berkumpul di lokasi sesaat setelah garis polisi dibuka aparat.
Baca Juga
Advertisement
"Saya sudah niat sejak tadi malam untuk akan turut membantu membersihkan gereja ini," kata Jirharsani, sebagaimana dilansir krjogja.com.
Adalah Suyata, cameramen salah satu stasiun televisi nasional yang mengabadikan momen toleransi serta kebersamaan antarumat beragama tersebut. Suyata memastikan foto yang diambilnya bukan setting-an dan semua itu terjadi sesuai apa yang dilihatnya di Gereja Santa Lidwina.
"Pagi tadi garis polisi sudah dilepas. Ibu itu bersama suaminya langsung ikut membantu membersihkan gereja bersama umat yang juga mulai berdatangan," ungkapnya.
Diketahui Jirharsani tinggal di kawasan Nogotirto Sleman dan merupakan tetangga dari mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Ahmad Syafii Maarif (Buya). Suami Jirharsani merupakan dokter anestesi di PKU Muhammadiyah Bantul.
Baca berita menarik lainnya dari krjogja.com di sini.
Kesedihan Sultan Yogya Usai Gereja Santa Lidwina Diserang
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menyesalkan peristiwa penyerangan Gereja St Lidwina Bedog, Yogyakarta, saat umat Katolik melaksanakan ibadah Misa Minggu pagi, 11 Februari 2018.
"Saya sangat sedih dan menyesali kenapa ini mesti terjadi. Bagi saya ini peristiwa yang tidak boleh terjadi lagi," kata Sultan seusai menjenguk tiga korban di Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta, Minggu malam, 11 Februari 2018.
Menurut Sultan, aksi penyerangan itu sama sekali tidak mencerminkan karakter asli warga Yogyakarta. Pasalnya, kerja sama dan gotong royong antarsesama warga selama ini telah menjadi budaya yang terus dirawat di Kota Gudeg itu.
"Saya tidak memahami dan tidak mengerti kenapa ada perbuatan yang keji tanpa ada rasa kemanusiaan. Jelas itu bukan karakter kita warga Yogyakarta," kata Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini.
Sultan mengatakan toleransi antarumat beragama tidak bisa dilakukan secara parsial, melainkan memerlukan kesadaran bersama. Dengan kesadaran itu semestinya semua pihak bisa saling menjaga satu sama lain.
"Khususnya bagi warga masyarakat Katolik maupun korban, saya mohon maaf. Biarpun kami sudah koordinasi dengan aparat keamanan, tetapi peristiwa itu tetap terjadi," kata dia.
Usai penyerangan gereja itu, gubernur mengaku telah menggelar rapat koordinasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda). Melalui rapat koordinasi itu, ia meminta para pimpinan daerah, Forum Kerukuman Umat Beragama (FKUB), serta organisasi masyarakat untuk menjamin kejadian serupa tidak terulang kembali.
"Bahwa kita sudah sepakat apa pun perbedaan agama yang diyakini harus saling dihargai. Tidak hanya pemerintah, masyarakat juga harus bisa menjamin kebebasan dalam melaksanakan ibadah," kata dia.
Hingga Minggu malam, sejumlah aparat keamanan dari jajaran TNI/Polri masih berjaga-jaga di kawasan Rumah Sakit Panti Rapih.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement