Liputan6.com, Jakarta - DPR RI akhirnya mengesahkan Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau MD3. Namun, sebelum pengesahan UU MD3 terdapat interupsi dari perwakilan dari Fraksi Partai Nasdem dan Fraksi PPP.
Perwakilan fraksi Partai Nasdem, Johny G Plate, merasa sangat menyesal bahwa akhirnya UU ini disahkan. Dia mengungkapkan pada awalnya sepakat melakukan revisi UU MD3 itu, tetapi harus dilakukan secara komprehensif.
Advertisement
“Revisinya harus dilakukan secara komprehensif, revisinya harus dilakukan substantif, esensi-esensi pentingnya itu harus betul-betul menjadi perhatian dalam rangka menuju parlemen modern,” ujar Plate di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (12/2/2018).
Akan tetapi, lanjut dia, yang terjadi, revisi yang dilakukan ini dinilainya terlalu bernuansa pragmatisme dan adanya kepentingan kelompok yang ditonjolkan.
“Revisi yang terjadi yang dilakukan ini terlalu nuansa pragmatisme dan kepentingan kelompok yang ditonjolkan merebut jatah pimpinan ini, ada dualisme, dua parameter yang digabungkan jadi satu,” papar dia.
Menurut Plate, UU MD3 sudah mensyaratkan bahwa pemimpin termasuk pimpinan DPR itu atas dasar paket. Dan itu sudah dilaksanakan.
“Dan saat ini gabungkan lagi menjadi pertimbangan, dengan pertimbagan proporsionalitas dimasukkannya ada dua parameter dan tidak menjadi alasan," ujar dia.
Setuju Direvisi
Pada dasarnya, kata dia, pihaknya setuju direvisi dilakukan dengan dasar proporsionalitas hasil pemilihan umum. Namun, untuk diterapkan nanti hasil Pemilihan Umum 2019. "Bukan sekarang,” tegas Plate.
Meski diwarnai aksi walk out, UU MD3 ini resmi disahkan oleh pimpinan rapat paripurna. Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menjadi pimpinan rapat paripurna kali ini langsung mengetuk palu tanda disahkannya UU.
Delapan fraksi yang menyetujui itu, yakni PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Hanura, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Advertisement