Liputan6.com, Jakarta - Anggota DPR RI Agun Gunanjar Sudarsa jadi saksi dalam sidang lanjutan kasus proyek e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat, Senin 12 Februari 2018.
Ketua Pansus KPK menyatakan, tidak ada intervensi maupun sangkut paut dengan tender dari terdakwa Setya Novanto terkait proyek tersebut.
Advertisement
Selain itu, Agun menegaskan jika dalam proyek e-KTP tidak ada peran Setya Novanto. Mantan Ketua DPR RI bahkan mengingatkan kepada seluruh anggota Komisi II di DPR untuk terus mengawasi jalannya proyek tersebut.
"Menurut saya, tidak ada peran Setya Novanto di proyek tersebut, bahkan terdakwa mengingatkan kepada kami agar seluruh anggota Komisi II untuk terus mengawasi jalannya proyek itu," tegas Agun, Senin.
Sebelumnya, dalam dakwaan Setya Novanto yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut jika Agun pernah diberi sejumlah uang oleh mantan Bandahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Namun, Agun membantah tuduhan tersebut.
Ia menegaskan jika dirinya tidak pernah menerima uang seperti yang disebut oleh JPU sebesar US$ 1 juta. "Saya tidak pernah menerima uang tersebut," kata Agun.
Hadirkan Sejumlah Saksi
Sidang terdakwa kasus korupsi e-KTP Setya Novanto atau Setnov kembali digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (12/2/2018). Kali ini, agendanya mendengarkan keterangan saksi-saksi.
Jaksa KPK menghadirkan mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat Jafar Hafzah. Jaksa juga menghadirkan Agun Gunandjar, politikus Golkar yang menjadi Ketua pansus hak angket DPR RI.
Selain keduanya, jaksa menghadirkan Taufik Effendi selaku mantan wakil ketua Komisi II di DPR RI. Ketiganya sudah hadir dalam ruang sidang dengan terdakwa Setya Novanto.
Dalam surat dakwaan mantan pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto, Jafar disebut-sebut menerima uang US$ 100 ribu. Begitu juga dengan Taufik diduga menerima 103 ribu dollar AS dan Agun diduga menerima US$ 1 juta.
Uang yang dibagikan kepada ketiganya diberikan dari terdakwa korupsi e-KTP Andi Agustinus alias Andi Narogong. Namun, ketiganya membantah menerima uang hasil korupsi proyek yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu.
Advertisement