Seluk Beluk Perjalanan Go-Jek Menjadi Startup Unicorn

Berikut kisah bagaimana Go-Jek akhirnya bisa menyandang gelar startup unicorn dengan nilai lebih dari Rp 13 triliun,

oleh Jeko I. R. diperbarui 13 Feb 2018, 09:30 WIB
CEO Go-Jek Nadiem Makarim dalam konferensi pers Kolaborasi Go-Jek dengan Pemkab Banyuwangi di Jakarta, Rabu (15/11). Go-Jek meneken kerja sama dengan Pemkab Banyuwangi di sektor Kesehatan, UMKM dan transportasi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Go-Jek, siapa yang tak kenal nama ini. Berawal dari startup (perusahaan rintisan) kecil, tak ada yang menyangka Go-Jek kini menjadi salah satu perusahaan yang berhasil menunjukkan tajinya di industri teknologi dan transportasi.

Go-Jek didirikan pada 2010 oleh Nadiem Makarim. Awalnya, Go-Jek cuma menawarkan layanan transpotasi berbasis ojek online. Barulah pada 2015, perusahaan membesut aplikasi mobile untuk memudahkan pemesanan.

Dari situ juga, Go-Jek mulai merambah lini bisnis lainnya. Mulai dari layanan pesan antar makanan, layanan cleaning service, layanan angkut barang, layanan kurir, layanan gaya hidup seperti salon, pijat, dan masih banyak lagi.

Tak cuma di Jabodetabek, perusahaan yang kini mengukuhkan diri sebagai penyedia layanan transportasi on demand ini juga telah memperluas wilayah operasionalnya.

Tercatat, Go-Jek kini telah mengaspal di sejumlah kota besar Indonesia, mulai dari Bali, Bandung, Surabaya, Makassar, Medan, Palembang, Semarang, Solo, Malang, Yogyakarta, Balikpapan, Manado, Bandar Lampung, Padang, Pekanbaru dan Batam. Dan terbaru, Go-Jek dikabarkan bakal menyusul Papua.

Sepak terjang Go-Jek sebagai transportasi online besutan anak bangsa, tak lepas dari campur tangan investor. Tentu saja, kiprah Go-Jek memaksimalkan layanan yang kini begitu besar di Tanah Air juga karena bantuan suntikan dana dengan jumlah yang bombastis.

Pendanaan dengan jumlah besar inilah yang berhasil menjadikan Go-Jek menyandang gelar startup unicorn, di mana telah mengantongi dana lebih dari US$ 1 miliar (setara dengan Rp 13 triliun).

Selang hanya dalam waktu tiga tahun, nilai Go-Jek kini dikabarkan menembus US$ 1,3 miliar (Rp 17,3 triliun). Tentu belum ada startup sekelas Go-Jek yang mampu menyentuh angka pendanaan sebesar itu.

Lantas, seperti apa kisah Go-Jek menjadi startup unicorn dengan nilai yang sangat fantastis? Simak pemaparannya berikut ini.


Bersifat Tertutup

Logo Go-Jek di Kantor Go-Jek di Kawasan Kemang. Liputan6.com/Mochamad Wahyu Hidayat

Menurut informasi yang dilansir Tech in Asia, Selasa (13/2/2018), Go-Jek telah mendapatkan pendanaan sebanyak empat putaran pada periode 2015-2017. Namun demikian, tiga di antaranya bersifat tertutup (disclosed).

Pada Juni 2015, Go-Jek mendapatkan pendanaan perdana dari NSI Ventures. Tidak diketahui berapa jumlah suntikan dana yang didapat. Kemudian pada Oktober 2015, ia kembali mendapatkan pendanaan dari Sequoia Capital dan DST Global yang juga tidak diketahui jumlahnya.

Adapun putaran pendanaan berikut berlangsung pada pertengahan 2016. Beberapa nama besar dalam firma pendanaan dikabarkan tertarik untuk berinvestasi di Go-Jek. KKR & Co. dan Warburg Pincus LLC adalah perusahaan yang dikabarkan berpartisipasi pada putaran pendanaan ini.

Lewat pendanaan tersebut, Go-Jek diperkirakan dapat menerima tambahan dana sekitar US$ 400 juta atau sekitar Rp 5,3 triliun, sekaligus meningkatkan nilai valuasi perusahaan tersebut menjadi US$ 1,2 miliar atau sekitar Rp 15,6 triliun. Jumlah itu sudah termasuk bentuk dana segar.

Dari sinilah Go-Jek menjadi startup pertama di Indonesia yang mengantongi predikat unicorn.


Tencent dan JD.com

Logo Go-Jek di Markas Go-Jek di Kemang, Jakarta. Liputan6.com/Mochamad Wahyu Hidayat

Untuk putaran pendanaan ketiga, Go-Jek dikabarkan kembali mengantongi investasi dari raksasa teknologi Tiongkok, Tencent dan JD.com. Putaran ini berlangsung pada periode Agustus 2017. Menyusul kembali dari Sequoia, Warburg, dan beberapa lainnya.

Namun sayang, lagi-lagi tidak diketahui berapa jumlah investasi yang digelontorkan kedua pemain besar ini.

Menurut informasi yang dilansir Nikkei, Tencent mengucurkan dana sekitar US$ 100-150 juta (Rp 1,3-2 miliar) untuk Go-Jek. Sementara, JD.com dikabarkan menyuntik dana sebanyak US$ 100 juta (Rp 1,3 miliar).


Google, Astra, Djarum

Logo Go-Jek di Kantor Go-Jek di Kemang, Jakarta. Liputan6.com/Mochamad Wahyu Hidayat

Mengawali 2018, Go-Jek langsung menggebrak dengan pendanaan putaran baru, di mana didominasi oleh sejumlah perusahaan konglomerasi.

Beberapa di antaranya berasal dari perusahaan lokal. Bahkan, raksasa teknologi sekelas Google pun turut menggelontorkan dana yang besar.

Berbeda dengan sejumlah investor lain yang bungkam soal pendanaan Go-Jek. Baik Google, Djarum, dan Astra secara terang-terangan mengumumkan hal tersebut.

Pada Januari 2018, Go-Jek mengantongi pendanaan dari Google dan sejumlah perusahaan teknologi lain. Meski tidak disebut jumlahnya, bisa jadi total pendanaan yang diterima Go-Jek dari Alphabet beserta Temasek Holdings, KKR & Co, Warburg Pincus LLC, dan Chine Meituan-Dianping adalah sebesar US$ 1,2 miliar atau sekitar Rp 16 triliun.

Sementara, Astra sendiri mengumumkan investasi modal sebesar US$ 150 juta atau setara Rp 2 triliun untuk Go-Jek.

Dan untuk Grup Djarum, pendanaan dilakukanlewat Global Digital Prima (GDP) Ventures--melalui anak usahanya PT Global Digital Niaga (GDN).

GDN menilai Go-Jek memiliki kemampuan layanan solusi online yang inovatif, jangkauan konsumen luas, dan secara konsisten menjawab berbagai kebutuhan masyarakat.

Berbeda dengan Astra yang mengungkap jumlah investasi, Djarum enggan mengumbar berapa persisnya jumlah investasi yang dikucurkan untuk Go-Jek.

(Jek/Ysl)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya